Hari ketiga Upgrading FLP Jatim
Senin, 08 Februari 2016 adalah hari ketiga Upgrading FLP Jatim. Setelah hari pertama mendapat kejutan dari Pemain KMGP, hari kedua bersama Sinta Yudisia dan Dukut Imam Widodo, hari ketiga ketua FLP Jatim kedua Bahtiar HS turut memeriahkan.
Dalam Writing motivation (Dakwah bil Qolam) yang diselenggarakan khusus untuk perwakilan cabang dan ranting wilayah Jatim ini, Bahtiar menyampaikan kalau penulis adalah dai di kalangan masing-masing. Dimulai dari membangun kesadaran akan pentingnya membangun kebaikan yang merupakan fondasi penulis untuk mencapai kesuksesan. Hingga menulis menjadi MLM kebaikan yang akan mengalir sampai akhirat kelak.
Motivasi menulis yang berlangsung sekitar 2 jam tersebut, peserta terlihat antusias terlihat dari respon di setiap pertanyaan yang terlontar dari pemateri dan sesi tanya jawab di akhir acara. Pertanyaan pertama diajukan oleh Puput anggota FLP Malang: “Ketika kita menyampaikan kebaikan dalam tulisan, berarti ada keburukan yang ingin
dilawan. Berarti kita perlu menampilkan hal buruk tersebut sebelum kemudian menangkalnya. Apa batasan dalam menampilkan keburukan tersebut agar tidak melanggar norma Islam?”
dilawan. Berarti kita perlu menampilkan hal buruk tersebut sebelum kemudian menangkalnya. Apa batasan dalam menampilkan keburukan tersebut agar tidak melanggar norma Islam?”
Bahtiar mengawali jawabannya dengan penjelasan untuk membedakan antara keburukan dalam tulisan yang ditampilkan untuk kemudian dicounter, dengan efek
buruk yan bisa muncul setelah membaca tulisan. Efek buruk yang dimaksud misalnya memberikan efek syahwat kepada pembaca. Batasannya kembali kepada masing-masing penulis. FLP yang mengusung misi menyebarkan sastra santun tentunya memiliki karakter kepenulisannya sendiri. Cara menampilkan hal buruk dalam tulisan agar tak memberikan efek buruk kepada pembaca juga tergantung dari kekuatan teknik menulis setiap penulis. Bahtiar menyebutkan contoh dari tulisan Izzatul Jannah yang bisa menampilkan adegan hubungan suami-istri dengan bahasa yang santun, kemudian mengalihkannya ke adegan lain sebelum imajinasi pembaca mulai melenceng.
buruk yan bisa muncul setelah membaca tulisan. Efek buruk yang dimaksud misalnya memberikan efek syahwat kepada pembaca. Batasannya kembali kepada masing-masing penulis. FLP yang mengusung misi menyebarkan sastra santun tentunya memiliki karakter kepenulisannya sendiri. Cara menampilkan hal buruk dalam tulisan agar tak memberikan efek buruk kepada pembaca juga tergantung dari kekuatan teknik menulis setiap penulis. Bahtiar menyebutkan contoh dari tulisan Izzatul Jannah yang bisa menampilkan adegan hubungan suami-istri dengan bahasa yang santun, kemudian mengalihkannya ke adegan lain sebelum imajinasi pembaca mulai melenceng.
Pertanyaan kedua berasal dari anggota FLP Tuban, “Jika penulis menginginkan keuntungan materi dari tulisannya, masih bisakah tulisannya disebut untuk menyebarkan kebaikan? Bukankah semuanya tergantung niat?”
Sang Pemateri yang menulis novel Pendekar Belitung ini menjawab sambil tersenyum. Bahwa Allah pun dalam Qur’an menjanjikan hadiah bagi hamba-Nya yang melakukan kebaikan, di sisi lain ada juga ancaman. Adalah manusiawi ketika penulis mengharapkan keuntungan materi dari tulisannya. Terutama jika ia menulis memang untuk mencari nafkah demi menghidupi diri dan keluarganya. Bukankah dalam Islam bekerja pun memiliki nilai ibadah yang tinggi? Namun, memang niat menulis perlu diarahkan sejak awal. Jika kita melulu hanya ingin uang atau popularitas, maka hanya dua hal itu yang didapat. Jika kita mendasari tulisan dengan misi sebagai agen penyampai kebaikan, maka itulah yang akan didapat penulis di dunia dan akhirat. Insyaallah.
Semoga seminar ini dapat membuka wawasan peserta upgrading untuk selalu menulis yang menginspirasi kebaikan bagi pembaca. (Zie&Gusti, FLP)
2 Comments. Leave new
Mbak Zie. Aku tadi nyebutnya Izzatul Jannah lho. Bukan Afifah Afra hehehe
*tepok jidat..
Terimakasih Mas Bahtiar..sy edit.. 😉