Beberapa waktu lalu, saya mengikuti materi kulwapp tentang branding oleh Mbak Juva. Nama beliau Artha Julie Nava. Namun karena di FLP saya terbiasa panggil Mbak Juva jadi sampai sekarang manggilnya Mbak Juva. Mbak Juva saat ini tinggal di Amrik dan menjadi warga negara sana. Namun meski jauh, saya merasa dekat, beliau adalah salah satu yang membangkitkan semangat saya saat saya down beberapa waktu lalu. Perempuan cerdas yang pintar menganalisis dan membaca kejadian.
Saat ini beliau menjadi konsultan personal branding di beberapa tempat. Karena melihat manfaat ilmu beliau, saya minta izin untuk share di blog ini. Materi ini sangat penting dan berguna banget buat kita-kita yag sedang mencari jati diri #eeaa. Mau dibawa kemana brand diri kita? Mau seperti apa mengembangkannya? Beruntung bisa mengenal Mbak Juva yang genius dan ramah. Saya sering melongo melihat kecepatan mengetik dan ilmu yang beliau punya.
Reinventing Your BrandOleh Coach Artha Julie Nava
Peristiwa yang kita alami sifatnya dinamis. Bahkan sesuatu yang terkesan stagnan sekalipun, sebenarnya juga mengalami perubahan. Jadi perubahan itu sifatnya sudah PASTI. Demikian pula dengan branding Diri kita, atau Personal Branding. Meskipun intinya tetap, namun selalu ada perubahan di dalamnya. Sebab branding juga sifatnya dinamis. Ada proses evolusi yang terus menerus.
Teman-teman bisa memperhatikan proses evolusi sebuah brand, yakni Coca-Cola. Dari yang awalnya berupa produk kesehatan (semacam tonik penyegar badan dan penambah energi), hingga sekarang berubah menjadi soft drink. dari yang semula dijual di apotik dan dikemas dalam wadah yang terkesan sebagai komoditi medis, kini berubah dikemas sebagai minuman dengan warna logo yang mencolok.
Selain itu teman-teman juga bisa memperhatikan struktur logo Coca-Cola. Dari yang semula plain, kemudian berganti-ganti variasinya secara periodik, sesuai kebutuhan “pesan” yang hendak disampaikan ke konsumen.
Dalam Personal Branding pun, kita dianjurkan untuk mengevaluasi Brand Diri kita secara periodik. Kalau saya ukurannya, setidaknya setahun sekali. Sebab dalam proses setahun itu, tentunya banyak sekali yang kita alami.
Misalnya:
- Kita lupa dengan Brand Diri kita sendiri. Bisa karena sibuk mengikuti orang lain, atau secara tidak sadar mengubah diri sebagai orang lain. Bisa karena unsur kompromi, solidaritas, dan sejenisnya. Itu bisa distract perhatian kita dari Brand Diri sendiri.
- Bisa jadi karena setelah melakukan proses Branding Diri, namun terhambat oleh unsur rasa nyaman (comfort zone), sehingga enggan untuk berubah. Comfort zone bisa melahirkan rasa takut untuk berpindah atau melakukan perubahan, bahkan meskipun sudah lulus training Personal Branding hehehehe
- Bisa jadi dalam waktu setahun itu, ada kebutuhan lain yang lebih diprioritaskan. Misalnya itu tadi, ketika harus berprofesi ganda, tentu goal yang semula dirancang bisa mengalami perubahan.
Atau mungkin tiba-tiba ada layoff, pengurangan pegawai, pindah ke tempat lain, dan sebagainya.
Itu semua membutuhkan proses reevaluasi branding juga. Termasuk ketika kita bertambah umur, bisa jadi audiens kita juga berubah. Mereka ikut bertambah umur, dan tentunya memiliki skala prioritas yang berbeda dari sebelumnya.
Contoh, Justin Bieber. Dari yang semula penyanyi kecil, sekarang sudah masuk usia dewasa. Konten musiknya berbeda dari sebelumnya. Tampilan imejnya berbeda. Dari yang semula imut, sekarang sudah menonjolkan unsur kedewasaannya. Brandnya tetap justin Bieber, namun ada evolusi dalam konten maupun strategi brandingnya.
Dari uraian di atas, kita bisa memahami bahwa Branding itu sifatnya juga dinamis. Intinya tetap, namun selalu mengikuti proses perubahan. Jadi nanti jika teman-teman merasa bahwa personal brandingnya yang sekarang perlu didesain ulang, atau digali kembali, maka itu adalah proses yang alamiah juga dan perlu dilakukan.
Sekarang, bagaimana kita bisa tahu, KAPAN HARUS REBRANDING? Kapan harus melakukan Reinventing atau penggalian kembali? Kapan harus mengambil langkah untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan terhadap blueprint personal branding masing-masing?
Ada beberapa indikator yang bisa digunakan oleh teman-teman, untuk mengetahui apakah sudah waktunya melakukan reinventing/redesign brand masing-masing, yakni:
- Jika tidak ada keselarasan. Antara passion dan pekerjaan sering berbenturan. Atau antara prinsip hidup dengan yang dijalani sekarang banyak berlawanan. Misalnya dulu ada salah satu klien saya yang merasa seperti robot. Setelah digali, ternyata prinsip hidup dia tidak sejalan dengan lingkungan pekerjaannya
- Jika cara lama tidak berhasil/kurang optimal. Kita sudah try and try, and it keeps failing. Nah, jika merasa demikian, maka tentu harus ada perubahan yang dilakukan. Bisa strategi, bisa konten, bisa basic brandingnya. Macam-macam nanti, tergantung dari evaluasi personal branding masing-masing.
- Jika ada perkembangan baru. Misalnya seperti yang saya contohkan di atas tentang Justin Bieber.
- Jika ada kebutuhan lain yang lebih menjadi prioritas. Misalnya di usia tertentu, tidak lagi hanya ingin fokus pada materi, melainkan lebih ingin ke aktualisasi diri yang lebih tinggi dan meaningful. Ingin menyebarkan jangkauan ke arah yang lebih luas. Nah, itu juga saat di mana proses reinventing brand perlu dilakukan.
Dari uraian ini, tentunya ada beberapa rekan yang merasa memiliki gejala serupa, bukan? 🙂 Nah, begitu kita sudah merasakan gejala di atas, kita perlu menyisihkan waktu untuk melakukan proses evaluasi. Teman-teman bisa memilih nanti, kapan waktu yang tepat.
Biasanya, orang memilih waktu khusus yang dianggap meaningful bagi mereka. Misalnya pada momen tahun baru (baik Masehi maupun Hijriah), atau pada momen Blue Moon (kalau tidak salah sebutannya seperti itu). Dalam tradisi suku asli Amerika, ada proses kontemplasi tahunan. Yang waktunya bertepatan dengan saat bulan purnama di akhir tahun, dan bertepatan dengan saat rusa-rusa melepaskan tanduk mereka untuk diganti dengan tanduk baru. Para pemburu mulai mempersiapkan diri mengumpulkan tanduk, sekaligus menjalani proses ritual pembersihan batin, dan melakukan evaluasi
Lakukan persiapan untuk proses evaluasi branding diri masing-masing, pada momen yang dianggap paling penting. Agar efeknya bisa lebih kuat. Karena memori kita cenderung mengingat hal yang terkait dengan sisi emosional kita yang terdalam.
Dan setelah menetapkan itu, persiapkan terlebih dahulu MINDSET kita.
Mindset ini penting, agar proses perubahan yang hendak kita jalani berikutnya, bisa berlangsung eprmanen atau setidaknya lebih lama efeknya. Kalau Mindset tidak diubah atau dipersiapkan, mau sebagus apapun planning personal branding yang kita miliki, tidak akan jalan sempurna, hehehehe….
Contoh: ada teman suami yang hobi ke gym, dan dia paling benci bulan Januari dan Februari. Sebab pada dua bulan itu, gym selalu kebanjiran member baru, yakni orang-orang yang membuat Resolusi Tahun Baru pengen langsing, pengen berkurang lemaknya, dll…..
Tapi kemudian, bulan Maret pada ngilang, hehehehe…..Itu karena unsur mindset, termasuk komitmen, kemungkinan besar tidak digarap.
Setelah mempersiapkan mindset, barulah teman-teman bisa melangkah ke proses evaluasi personal branding.
Dalam personal branding, evaluasinya harus menyeluruh, tidak bisa setengah-setengah. karena yang namanya Brand, baik itu brand Produk ataupun Personal Branding, harus menyeluruh. Harus holistik, kaffah, atau 360 derajat, lahir batin.
Dan harus dikomparasi, dengan sejumlah teknik evaluasi diri. Sebaiknya tidak mengandalkan alat-alat evaluasi yang gratis, karena seringkali hasil assessmennya kurang jelas dan bisa jadi berbeda dengan assessmen lain. Sediakan dana sekitar 10-20 dollar, tentunya tidak terlalu berat.
Saya pernah mencoba. Di satu assessment gratis, dibilang bahwa kelemahan saya adalah di bidang Sales, dan kecil kemungkinannya untuk bisa sukses di sektor itu. Nah, ini jadi problem, bukan? Sebab saya jual jasa dan sudah memutuskan untuk punya usaha sendiri.
Namun ketika saya ambil test yang lebih serius, hasilnya ternyata adalah bahwa kekuatan saya adalah dalam segi Promotion. Dan itu tentu sangat terkait dengan potensi di bidang sales. Dan dengan assessment serius itu, saya jadi tahu bagaimana mengembangkan potensi sebagai Brand Ambassador yang saya miliki.
Jadi untuk menggarap personal branding, maupun saat melakukan reinventing atau redesign, jangan segan-segan menyisihkan dana khusus. Sebab itu investasi jangka panjang.
Saya selalu mengatakan pada rekan-rekan yang pernah mengikuti kelas personal branding saya, bahwa ini adalah demi keberhasilan masa depan, dan demi mendukung proses pertumbuhan Personal yang berkelanjutan. jadi tidak hanya sekdar ditujukan untuk kebutuhan sesaat atau goal jangka pendek.
Sesi tanya jawab
1. Berapa biaya untuk membangun Personal Branding?
Tergantung pada kebutuhannya. Antara yang basic dengan yang reinventing tidak sama. Dan yang prosesnya tatap muka dengan online, juga tidak sama. Antara yang include dengan assessment branding dan yang tidak, juga berbeda biayanya.
Saya menyarankan, bagi yang ingin membangun personal branding, terlebih dahulu melihat kurikulum dari program atau training yang hendak diikuti. Sesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya yang reinventing, karena pengen lebih optimal antara ekspresi personal brandingnya dengan kenaikan omzet, pilih kurikulum yang mengandung opsi tersebut. Sedangkan untuk yang merasa gundah gulana, galau karena tidak pasti dengan pilihan hidup, bisa memilih program Basic.
Biaya, saya pikir relatif. Kalau online, rata-rata antara 1-2 jutaan. Tapi kalau itu disertai dengan program khusus, demand khusus, atau customized, maka harganya bisa berbeda lagi.
2. a. perlukah kartu nama untuk jadi trainer gender?
b. ganti merk karena sama dengan pesaing?
c. perlu proposal bisnis dan iklan terus-menerus?
Keempat hal itu: kartu nama, merk, proposal bisnis, iklan, adalah alat bantu. Jika kita memerlukan kartu nama, maka kita bikin itu. Saya banyak bertemu dengan entrepreneurs yang nggak punya kartu nama, hehehehe…..dan sejauh yang saya tahu, mereka oke saja bisnisnya. Termasuk saya, nggak punya kartu nama. Tapi selalu rutin update bio saya, baik di Linkedin, blog, maupun title di Whatsapp. Sempat repot juga ketika kenalan dengan teman baru, dia minta kartu nama. Saya janjikan nanti, tapi terus saya kontak dengan message.
Ganti merk, kadangkala tidak selalu dibutuhkan. Ada banyak dokter anak, dan mereka semua mencantumkan profesi sebagai dokter anak. Namun antara satu dengan lainnya, tentu tidak sama, bukan? yang satu pasiennya banyak, yang satu sedikit. Yang lain beken di sosmed dan sering mengisi acara di televisi, yang lainnya tidak.
Nah, salah satu yang membentuk perbedaan itu adalah reputasi yang terbangun melalui komunikasi terus-menerus. Reputasi dibangun melalui konsistensi, dan selalu memperluas jangkauan. Ini juga salah satu proses yang dilakukan dalam personal branding, yakni membangun reputasi kita. Reputasi inilah yang memvedakan antara satu dengan lainnya.
3. Alat ukur yang dipakai dalam personal branding itu seperti apa?
Jawaban saya: alat ukur yang dipakai bisa tunggal, bisa digabungkan dengan assessment lain. Saya merancang alat assessment yang bertumpu pada persepsi, potensi, dan komunikasi. Kadang saya anjurkan klien untuk menambahkan dengan assessment seperti Strengthfinder, atau Entrepreneur strengthfinder. Itu alat assesment yang sering saya gunakan dalam training personal branding saya.
Brand kita adalah reputasi kita juga. Perhatikan orang-orang yang punya personal branding kuat. Mereka pasti juga memiliki reputasi khusus, yang membuat mereka bisa dikenal orang. Dan itu lebih dari sekedar titel.
Banyak orang membranding diri sebagai enviropreneur, Mompreneur, SmartMompreneur…..itu semua apa sebenarnya? Hanya sekedar titel, atau ada konten yang memang mendukung ke arah situ?
Seringkali yang dilupakan orang adalh menggarap basisnya. Mereka terburu mencari titel atau sebutan. Jadinya masih goyah fondasi branding dirinya.
4. Seberapa besar faktor lingkungan, situasi dan kondisi, mempengaruhi berhasil tidaknya reinventing brand ini?
Adakalanya kita butuh MOVE ON dari satu lingkungan atau sikon, jika kita menilai tidak lagi kondusif untuk perkembangan personal branding kita. Kecuali kalau kita bisa mengubah sikon dan lingkungan tersebut, maka boleh tetap ada di situ.
Contoh: saat ada seorang profesional yang merasa perkembangan karirnya lambat sekali. Dan dia benar-benar tidak cocok. Maka dia perlu ambil keputusan untuk melihat peluang di tempat lain. Dan jika belum bisa, maka setidaknya dia perlu berusaha untuk berpindah ke departemen lain, misalnya. Sekedar berpindah aktifitas saja, sudah bisa untuk breaking ice.
Ada contoh lagi, seorang remaja yang kebetulan dekat dengan saya. Dia selalu dirundung masalah, dan termasuk ebrat juga untuk ukuran usia sebelia dia. Lingkungannya tidak sehat. Teman-temannya juga tidak sehat perilakunya. Dia sering sekali curhat, dan selalu saya bilangi, “coba deh berteman ama yang lain. Kamu punya hak juga loh, untuk jadi diri sendiri. Tidak harus selalu nurut apa kata teman-temanmu.”
Perubahan drastis pada dirinya terjadi, ketika dia bergabung dengan grup bisnis dan menulis, yang diasuh oleh teman saya. Dari situ, dia seolah seperti bunga yang mekar. Atau biji yang disirami air hujan. Terus tumbuh, terus tumbuh, dan nada messagenya mulai berubah. Dari yang semula pesimis, sekarang manja-manja ceria. Dan dengan sendirinya menjauh dari lingkungan yang tidak baik.
Hal sekecil itu saja sudah bisa bikin perubahan positif.
Dalam personal branding, jika kita rasakan lingkungan atau sikon memang sudah tidak sesuai, maka lakukan banting setir. Berpindah domain, berpindah audiens 🙂 lakukan bertahap, agar tidak terlalu kaget.
Bagaimana kalau lingkungan itu berasal dari keluarga?
Nah, ini yang berat memang. Dibutuhkan kemampuan negosiasi atau membujuk, atau beradaptasi yang lebih tinggi. Saya kurang bisa memberikan saran untuk hal ini, karena tidak setiap orang bisa langsung bisa berpindah ke lingkungan baru. Yang bisa saya sarankan adalah, bertahap membelokkan komunitas yang diikuti.
Seperti contoh si remaja tadi. Dia tidak pindah dari rumahnya, juga tidak pindah sekolah. Yang dia lakukan, bergabung dengan grup online yang berbeda, mengenal orang-orang baru. Dari langkah kecil itu saja, sudah terjadi perubahan besar pada dirinya. Sekarang dia enjoy cari duit, jualan produk, dan sering memamerkan ke saya dengan caranya yang khas. Manja-manja ceria, bercerita tentang uang yang didapatnya dari jualan.
Jadi bertahap membelokkan audiens, komunitas, atau networking yang kita miliki., baru kemudian nanti bertahap memindahkan yang lain
Membelokkan audiens, komunitass dan networking sesuaikan dengan sikon kita tadi ya coach jadi personal branding kita pun disesuaikan, begitu?
Bertahap saja. Namun terlebih dahulu, milikilah blue print branding yang jelas. Tanpa kita tahu speerti apa sebenarnya Personal branding kita, nanti jatuhnya kita akan trial and error terlalu banyak.
5. Bagaimana caranya membangun reputasi secara terus-menerus?
Dengan prinsip konsisten dan konstan, serta jelas.
Konsisten dan jelas, artinya mbak Indri mengemukakan dengan jelas, apa yang ingin disampaikan, dan menjalaninya. Dalam personal branding, saya menekankan WALK THE TALK. Lakukan apa yang kamu bilang. Karena itu termasuk membangun reputasi kita. Jangan sampai kita bilang “lindungi anak dari pengaruh negatif TV!”….tapi dalam keseharian kita selalu menyalakan tivi di rumah. Nah ini contoh sederhana dari Tidak melakukan Walk The Talk tadi. Dan dari ketidakkonsistenan ini, akhirnya reputasi kita turut terpengaruh. “Ah si ibu itu ngomong aja mah…” demikian akhirnya.
Soal perlu atau tidaknya menyewa admin khusus untuk sosmed, itu tergantung kebutuhan dan planning dari personal branding masing-masing. Kita memakai sosmed ada tujuannya. Jika memang diperlukan untuk menyewa admin, maka lalukan. Jika tidak terlalu perlu, boleh ditangguhkan. Yang penting, saat kita menggunakan sosmed, lakukan dengan konstan. Sehingga komunikasi brand diri kita bisa terus floating, terus muncul, dan orang terpapar dengan itu.
Misal: kalau posting di blog sebulan sekali, lakukan sebulan sekali dengan konstant. Ngisi wall fasbuk sehari dua kali, lakukan itu. Dan seterusnya.
6. Goyah fondasi brandingnya itu seperti apa?
Seperti ini contohnya, mbak Natalia. Salah satu contoh titel : SmartMompreneur.
Itu saya kurang jelas, setiap kali ada yang pakai label itu. Maksudnya apa? Smartnya seperti apa?
Dan bagaimana orang itu menunjukkan unsur smart tersebut? Sebab kadangkala yang saya lihat, nggak ada itu definisi yang jelas dari kata Smart. Yang kelihatan malah orangnya rempong, segala sesuatu dikerjakan. Nah, ini fondasinya tidak jelas. Orang tidak bisa lihat dengan clear apa yang sebenarnya hendak dia sampaikan. Mungkin akan lebih clear kalau dia sekalian mengkomunikasikan dirinya dengan titel: Jawara Multitasking atau apa. Karena lebih sesuai.
Nanti teman-teman yang berminat untuk menggarap personal brandingnya, bisa bersama saya. Sistemnya kelas online, dan di akhir sesi akan ada sesi pertemuan one by one. Biasanya saya telepon atau chat, dan bisa berdiskusi sampai tuntas, sampai beres semua blue print personal branding masing-masing.
4 Comments. Leave new
Branding ternyata perlu waktu juga, nggak bisa instan…
Iya Mas.. perlu waktu dan tips biar brand sesuai dengan diri kita… 🙂
Waaaahhh penting banget nih sharingnya. As a blogger, personal Branding itu emang penting bgt ya. Makasi sharinyanya ya Maaaak
sama-sama Mak… 🙂