yang sering membuat kami –para guru- tersenyum dan mengelus dada melihat
ulahnya. Ehm…sebut saja namanya Sholeh.
Ada saja yang ia
perbuat untuk mengalihkan perhatian kami padanya. Menggoda teman,
tiba-tiba menyendiri, enggan mengerjakan soal dan lain-lain. Saya jadi
cepat menghapal nama dan wajahnya.
Hampir tiap hari ada keluhan
yang disebabkan olehnya. Saya sebagai wali kelas hanya bisa berdoa,
menasehati, dan mencari apa bakat dan kesenangannya.
Sudah
menjadi prinsip saya kalau setiap anak pasti istimewa. Dan keistimewaan
inilah yang harus kita temukan. Saya tidak terlalu fokus ke ulah yang
dilakukan, meski selalu cepat tanggap jika dia berbuat kurang baik. Yang
penting adalah kunci, kunci yang kita pegang.
Beberapa hari
mengajar, saya amati apa kesukaan dan bakat yang ia punya. Ternyata ia
pintar sekali mewarna dan menggambar. Jika teman lain masih menggunakan
satu warna, ia sudah mulai mencampur warna. Paduan warna cerah yang ia
poles pada kertas gambar yang saya beri sangat indah.
Sekarang tinggal tugas saya mengirimkan hasil karyanya ke majalah. Semoga dimuat ya Nak…
Selain
mewarna, dia juga anak yang sangat cerdas dengan gaya belajar audio
kinestetik. Jadi meski dia tidak tenang, asal suara saya sampai ke daun
telinganya inshaAllah dia akan hapal.
Pernah suatu hari saya
bercerita kebiasaan makan Rosulullah yang saya kaitkan dengan ilmu
kesehatan. Di lain hari, ketika saya tanya secara klasikal (ke seluruh
siswa), dia dengan cepat menjawab dan menceritakan apa yang saya
jelaskan beberapa hari lalu.
Kejadian lain, saat saya menerangkan materi penjumlahan. Saya membuat soal tertutup dan terbuka.
Soal tertutup adalah soal yang jawabannya sudah pasti. Missal 4+3=7, 5+6=11.
Sedang soal terbuka adalah soal yang mempunyai jawaban beragam.
Misalkan, berapa ditambah berapa hasilnya ada 9? Hasilnya bisa 2+7, 3+6, 8+1 dan lain-lain.
Berapa dikurangi berapa ada 2? Hasilnya bisa 5-3, 7-5, 3-1 dan lain-lain.
Saat itu saya memberi soal terbuka dengan jawaban tujuh. Bisa menggunakan operasi bilangan penjumlahan dan pengurangan.
Siswa lain menjawab 2+5, 3+4, 6+1. 8-1, 9-2, dan lain-lain.
Sedang
Sholeh menjawab 5+2, 4+3, 1+6 (kebalikan dari jawaban teman-teman
sebelumnya) dan 10-3, 20-13, 30-23, 40-33 dan seterusnya.
Antara
kaget dan geli mendengar jawaban Sholeh. “Wah anak ini boleh juga,”
langsung deh, kelompok Sholeh mendapat poin terbanyak.
Then pagi
ini, ada kejadian yang membuat perut saya sakit. Senin, 15 September
2014 dia datang terlambat. Sepertinya suasana hatinya sedang tidak enak.
Saya dan teman guru mencoba membujuk Sholeh agar ikut sholat Dhuha.
Tapi dia tak mengindahkan rayuan kami.
Sampailah pada kedatangan Bu Alfi yang membawa kue.
“Ayo Mas ikut gaji ibu, nanti dapat kue,” bujuk Bu Alfi.
Sholeh melirik kue yang dibawa Bu Alfi. Dia mulai bereaksi.
Aku senang karena dia menunjukan tanda mau masuk. Tapi apa yang terjadi?
Dia membuka tas dan mengeluarkan satu plastik kue sambil melirik bu Alfi dan memperlihatkan kuenya.
Gubraaakkk…
Saya, Bu Ika, dan Bu Alfi tertawa.
Haahahaah bisa saja nih anak.
Mungkin dalam hatinya, “Kue saya lebih besar bu,” wkwkwkwkw…
As-Salam 15 September 2014