Bibliophile : Saat Dimana Buku Atas Namamu dan Namaku Berada di Rak yang Sama. –
Bermula dari…
Sejak kecil saya suka sekali membaca. Hal ini dimulai dari oleh-oleh buku bekas dari bapak. Bapak sering membawa majalah bekas. Tak jarang saya duduk di lapak penjual buku bekas di pasar. Membaca majalah-majalah dengan lahap. Sampai-sampai sehari saya bisa habis 3 majalah. Kelas 2 SD memakai kacamata dan langsung minus 2.
Saat itu yang saya baca masih yang berbau bekas. Majalah bekas dan buku bekas yang dijual di pasar Wage. Orang tua pendapatannya pas-pasan, belum bisa membelikan buku baru. Kebiasaan membaca buku ini terus berlanjut. Lama-lama ada perasaan ingin membeli buku sendiri.
SMP saya memberanikan diri meminta jatah bulanan dari orang tua. Jadi bukan uang saku yang diberikan sehari sekali, tapi diberikan satu bulan sekali. Alasannya sih pingin bisa belajar mengatur keuangan, padahal aslinya pingin beli buku.
Alhamdulillah ACC. Awal bulan adalah surga bagi saya. Saya menyisihkan sebagian uang untuk beli buku. Selanjutnya buat uang saku. Sering saya kekurangan saku karena kalap buku. Solusinya saya puasa Senin Kamis. Agar lebih irit. Sungguh masa kecil yang gimana gitu, puasa senin kamis karena tidak punya uang. Sedang dalam penglihatan yang lain, “anak ini rajin puasa Senin Kamis ya,” heheh. Padahal…
Lanjut..
Karena kesukaan baca buku ini juga yang membuat saya mencoba untuk menulis. Alhamdulillah tulisan dimuat di majalah Mentari Putera Harapan saat SMP. Tahu dimuat, saya semakin gila membaca dan menulis. Koleksi saya bertambah. Saya makin jatuh cinta dengan buku.
Kalau hari raya sodara-sodara tanya, “sudah punya pacar belum?”, saudara-saudara beberapa bilang sudah. Saya pun dengan mantap juga menjawab sudah. Orang tua langsung pasang muka kaget pas saya ditanya itu. Karena saya dilarang pacaran.
Trus saudara lanjut tanya, “siapa?”
Saya jawab, “buku!” ada lega di wajah orang tua saya saat yang sebutkan bukan nama lelaki hehe. Segitunya saya dilarang pacaran. Sampai-sampai saat kecil saya tidak punya teman laki-laki. Karena takut orang tua curiga.
Kembali ke buku, buku terus menghantui saya. Saya beli dan beli terus. Meski ada beberapa yang belum saya baca. Tapi yang penting beli dulu. Sampailah menumpuk dan sekarang ada beberapa almari. Alhamdulillah saya bisa mewujudkan mimpi waktu kecil, mimpi memiliki rumah dengan ruangan penuh buku. Alhamdulillah.
Selain itu kesukaan membaca buku juga membuat saya suka menulis, hingga terbit beberapa buku. Alhamdulillah. Buku memiliki banyak arti buat saya.
Selain itu buku bagi saya adalah investasi. Investasi ilmu yang semoga next bisa bermanfaat buat keluarga. Dan semoga, kamu iya kamu juga suka dengan buku. Lalu kita sediakan satu ruangan khusus yang berisi buku koleksiku dan koleksimu menyatu. Saat dimana buku atas namamu dan atas namaku berada di rak yang sama. Seperti halnya kita di rumah yang sama.