Reward VS Punishment (1) – Bila melalui reward anak-anak bias menjadi lebih baik mengapa ada punishment?Inilah yang menjadi acuan saya ketika mengajar. Namun setelah beberapa tahun mengajar sepertinya punishment penting juga! Lho kok?Ceritanya…
Tahun 2010, saya membuat bintang prestasi di kelas. Bintang prestasi ini terdiri dari tiga warna, hijau, kuning, dan merah. Penilaiannya tidak hanya kognitif saja, tapi juga afektif dan psikomotorik.
Warna hijau untuk anak-anak yang aktif, sopan, berani maju, berani tanya atau menjawab, dan yang dapat nilai di atas 80. Dengan kata lain ini adalah bintang prestasi.
Warna kuning untuk anak yang lupa belum mengerjakan PR, buku ketinggalan, dan yang alat tulisnya ketinggalan.
Sedang warna merah untuk yang hari itu mengganggu teman.
Lha pikiran punishment bermula dari sini, ketika anak-anak tanya, “Bu, kalau bintang merahnya banyak hukumannya apa? Kalau bintang hijau banyak dapat hadiah? Atau bu kalau bintang kuningnya banyak bagaimana?
Yang bintang hijaunya banyak jelas bakal dapat reward, karena memang yang bersangkutan berhak menerima hadiah.
Hadiah ini pun sebenarnya adalah tugas terselubung ^_^. Apa hadiahnya?
Kesempatan pertama, saya memberi hadiah mereka buku tulis polos super tebal. Mengapa polos? Ini agar mereka bebas berekspresi. Buku tersebut bias ditulis lurus, miring, atau pola yang lain, dan tidak hanya bias ditulisi tapi juga bias digambar. Semacam Enikki kalau di Jepang.
Kesempatan kedua (tahun kedua) saya memberi hadiah buku unik tetbitan Mizan. Buku ini saya temukan dijual murah di IBF. karena tertarik saya langsung pesan ke Mizan beberapa puluh buku. Tak nyangka ketika ada IBF lagi, mas yang jualan hapal dengan saya dan mengatakan kalau tuh buku sekarang dah habis. Takut saya pesan lagi atau gimana hehhee. Dan yang menyenangkan saya dapat diskon kalo main ke stand Mizan.
Then pas saya ceritakan perihal buku ini ke teman saya di SD lain, si Mbak tertarik dan ingin beli. Saying sudah habis. So saya motivasi untuk membuat buku yang sama yang dengan beberapa tambahan isi.
Bukunya gimana sih?
Buku ini dikemas seperti diary, ada foto di bagian depan, ada banyak gambar, halamannya diatur sesuai dengan kesukaan anak dan ratusan stiker bintang imut.
Cuman buka diary untuk pengalaman sehari-hari, melainkan buku apa saja yang dah dibaca? Ceritanya bagaimana? Menurut kamu tuh bucu ranking berapa (dengan cara membubuhi stiker yang disediakan)? Bacanya tanggal berapa? Selesai baca tanggal? Buku apa yang bisa direkomendasikan ke teman? Mengapa kamu ngrekomendasikan buku itu?
Intinya hadiahpun berupa tugas terselubung. Hehehe…
Ini untuk bintang hijau, bintang kuning bagaimana? Mencari dan mencari ide, nggak mungkin si anak saya cubit atau berdiri di depan kelas. Ehm.. apa ya?
Alhamdulillah datanglah ide hukumannya berupa menulis. Jadi barang siapa yang bintang kuningnya ingin dilepas ia harus menulis minimal setengah halaman buku tulis (kelas 1 SD kalau banyak kasihan). Satu tulisan untuk lima bintang kuning.
Awalnya ini dirasa berat tapi lama-lama mereka terbiasa. Bahkan ada yang nulis lebih dari setengah halaman. Hasil tulisan mereka saya kumpulkan jadi satu dan Alhamdulillah di tahun 2010 buku antologi pertama mereka terbit dengan judul Catatan Hati Pelangi.
Isinya tidak hanya dari yang mendapat hukuman tapi juga dari tugas pelajaran bahasa Indonesia yang saya bina.
Bintang kuning membuahkan hasil, sekarang bintang merah! Bias dikatakan ini adalah bintang untuk anak-anak yang “aktif”. Mungkin nggak ya kalau mereka nguras kamar mandi atau lari keliling laang? Ups.. ndaklah.. pikiran itu saya buang jauh-jauh.
Untuk yang bintang merah punishmentnya adalah membuat percobaan. Tahun 2010 yang mengampu bidang studi IPA. Tiap seminggu sekali, khusus hari hari Kamis saya selalu mengajak anak-anak melakukan percobaan. Percobaan tidak hanya dari saya tapi juga bias anak-anak. Ini untuk melatih kemampuan anak berpikir kritis, berani melakukan hal-hal baru, dan berani mengemukakan pendapat di depan teman-temannya.
Punishment ini mendapat sambutan baik dari anak-anak. Bahkan ada anak yang semula anteng malah melakukan kesalahan agar dapat kesempatan praktik percobaan. Hehehe…
Tahu hal ini akhirnya percobaan tidak hanya buat yang “berkasus” saja tapi siapapun yang mau mencoba. Yang tidak “berkasus “ dan membuat percobaan dapat tambahan bintang hijau di papan namanya.
Alhamdulillah tahun 2010 punishment dan reward dapat berjalan beriringan. Anak-anak ndak tega kalau orang tua tahu mereka di sekolah ramai atau lupa mengerjakan PR. Jadi tiap mau ada pertemuan orang tua, anak-anak sibuk memperbaiki diri dan berusaha melepas bintang kuning atau merah yang nempel. Hehehe…
Tahun ajaran baru saya dapat amanah lagi dan saya praktikan hal yang sama pada anak-anak baru. Apa yang terjadi? Usaha saya gagal! Benar-benar gagal dan membuat saya merasa bersalah!
ceritanya insyaAllah ada di Reward VS Punishment (2)