Kata orang pondok pesantren ini dibangun oleh jin, kabar burung mengatakan pondok ini masjid tiban, tidak tahu siapa yang membangun, berapa orang yang mengerjakan, darimana asal semen, pasir, kubah, dan tidak tahu kapan membangunnya, tahu-tahu sudah berdiri dengan megah.
Benarkah pondok ini dibangun oleh jin? Mungkinkah di jaman modern seperti sekarang masih ada cerita mistis? Karena rasa penasaran inilah saya datang ke pondok yang terletak di Jalan Wahid Hasyim, Gang Anggur, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.
Perjalanan dimulai, saya tidak tahu dimana letak masjid tersebut, hanya berbekal kata ”Turen” dan ”masjid ajaib”. Dan ajaib pula, saking terkenalnya, dalam radius beberapa kilometer orang-orang akan menunjukkan arah yang tepat.
Memasuki gerbang pondok pesantren yang bernama Bihaaru Bahri ’Asali Fadlaailir Rahmah kami berdecak kagum, segera ingin menyusuri lorong naik ke atas hingga ke manara. Sampai-sampai kami lupa tidak lapor dan meminta kartu tanda masuk. Akibatnya sebelum pulang kami melapor terlebih dahulu dan meminta maaf kepada petugas. Hal ini karena kemegahan ornament modern itu menyedot seluruh perhatian kami.
Sebenarnya kalau lebih teliti alias tidak langsung terpesona dengan menara yang menjulang, kita akan mendapati uniknya ornamen
yang menghiasi pos keamanan. Pos berwarna orange tersebut dijaga santri. Disini kami diminta mengisi form berukuran kecil berisikan tujuan
kedatangan, berapa orang yang ikut rombongan, asal rombongan, nama pimpinan rombongan. Setelah itu dipersilahkan memarkir kendaraan di lahan dibelakang ponpes. Disamping pos ada sebuah guci raksasa dengan corak warna biru yang dibeberapa bagiannya ada kaligrafinya. O iya, untuk masuk kita sama sekali tidak dipungut biaya alias gratis!
yang menghiasi pos keamanan. Pos berwarna orange tersebut dijaga santri. Disini kami diminta mengisi form berukuran kecil berisikan tujuan
kedatangan, berapa orang yang ikut rombongan, asal rombongan, nama pimpinan rombongan. Setelah itu dipersilahkan memarkir kendaraan di lahan dibelakang ponpes. Disamping pos ada sebuah guci raksasa dengan corak warna biru yang dibeberapa bagiannya ada kaligrafinya. O iya, untuk masuk kita sama sekali tidak dipungut biaya alias gratis!
Pengunjung wanita yang menuju ke tempat ini diharapkan memakai busana muslim dan mengenakan jilbab. Jika pria, cukup mengenakan pakaian rapi. Aturan ini terpampang di depan pintu masuk bangunan utama. Bagi yang beragama selain Islam, diharap memakai pakaian yang sopan.
Terlepas dari ingin membuktikan kebenaran berita burung yang beredar, ponpes ini memang sangat layak untuk dikunjungi. Bangunan yang berdiri megah dengan 10 lantai, dengan luas tanah sekitar 5 hektar, membuat ponpes ini berbeda dengan ponpes kebanyakan. Belum lagi jika melihat fasilitas serba mewah yang ada di dalamnya. Untuk menuju lantai paling atas, disediakan lift (tapi masih belum bisa berfungsi). Di beberapa sudut ruangan ada kamera CCTV yang setiap saat bisa memantau keadaan didalam ponpes.
Selain bentuknya yang unik, tujuan pembangunannya tak kalah menarik, untuk meningkatkan iman, membersihkan hati, dan membangun akhlakul karimah.
Ponpes ini dirintis pada tahun 1963 oleh KH Achmad Bahru Mafdloludin Sholeh yang biasa dipanggil Romo Kyai Ahmad. Dibangun sejak tahun 1978. Tahun 1992-1999 terhenti karena mengurus dalam IMB. Menurut Pak Kisyanto –salah satu panitia- dalam mengurus IMB diperlukan rencana gambar secara utuh. Inilah yang menjadi penghambat karena dalam membangunnya tidak ada tenaga arsiteknya dan beliau hanya mendapatkan ilham dari shalat Istikharah (shalat untuk meminta petunjuk) yang dilakukan Romo Kyai Ahmad.
Hingga saat ini bangunannya belum selesai 100%. Jadi tidak heran saat kesana masih terlihat beberapa orang yang bekerja. Prinsip dalam
hal pendanaan tidak minta-minta, tidak toma’ dan tidak hutang. Karena itu status pondok merupakan pondok milik pribadi, tetapi pemanfaatannya untuk semua ummat.
hal pendanaan tidak minta-minta, tidak toma’ dan tidak hutang. Karena itu status pondok merupakan pondok milik pribadi, tetapi pemanfaatannya untuk semua ummat.
Dibantu oleh para santrinya, Romo Kyai Ahmad memulai pembangunan Pondok Pesantren dengan menggunakan alat pertukangan sederhana dan proses belajar sendiri yang pada akhirnya santri-santrinya punya ketrampilan. Semua santri itulah yang menjadi tukang sekaligus mandor bangunan ini. Mereka bekerja tidak menggunakan alat-alat berat modern, semuanya dikerjakan sendiri.
Jadi proses pembangunannya terkesan lamban, karena ini bukan bangunan nafsu yang diselesaikan dari atas ke bawah, tapi ini bangunan hikmah, melalui istiqarah, bangunan ini diselesaikan dari bawah ke atas. Lamanya proses pembangunan Pondok Pesantren ini mengisyaratkan perlunya kesabaran dan keikhlasan. Tiap detil ornamen harus dikerjakan dengan sabar dan teliti. Selain pekerjaan yang tidak mudah sebagai tukang, para santri juga tidak dibayar. Keikhlasan dan tanggung jawab yang menjadi modal utama didalam hati santri itu.
Ketika banyak pengunjung, para santri itu diberikan tugas tambahan sebagai penerima tamu dan mengantarkan pengunjung ke berbagai lokasi ponpes. Setiap harinya lebih dari 1000 orang dari berbagai daerah yang mengunjungi ponpes ini. Untuk hari libur bisa mencapai 10.000 orang.
Di lantai dasar, kita bisa menikmati biota bawah laut dengan tatanan yang sangat apik dan menarik, seperti puluhan aquarium dengan ikan beraneka warna berjajar. Di beberapa sudut ada tempat untuk beristirahat, kursi terbuat dari kayu jati dengan bentuknya yang unik, belum lagi ada tempat duduk yang dibagian atasnya ada ornamen kaligrafi dengan warna kuning keemasan, simbol kemewahan.
Di halaman samping ada kebun binatang mini. Penghuninya beraneka ragam, seperti burung merak, rusa, monyet, burung dara, dan lain-lain. Setelah melewati kebun, kita akan disuguhi kolam yang lengkap dengan perahu yang bisa digunakan siapa saja dengan meminta ijin dulu ke santri yang menjaganya.
Di bagian atas ada beberapa stan penjual peralatan sholat dan foto ponpes tersebut. Di bagian lain pondok berjajar kamar santri, lokasi
kamar pria dan wanita dibedakan, dan dibagi lagi yang masih bujang dan sudah berkeluarga. Di salah satu lantai bangunan ponpes tersebut ada perkembangan kondisi bangunan dari tahun ke tahun. Foto pertama menunjukkan kondisi ponpes tahun 1992, foto berikutnya menyebutkan tahun yang lebih muda, hingga foto terakhir menggambarkan kondisi bangunan ponpes tahun 2004.
kamar pria dan wanita dibedakan, dan dibagi lagi yang masih bujang dan sudah berkeluarga. Di salah satu lantai bangunan ponpes tersebut ada perkembangan kondisi bangunan dari tahun ke tahun. Foto pertama menunjukkan kondisi ponpes tahun 1992, foto berikutnya menyebutkan tahun yang lebih muda, hingga foto terakhir menggambarkan kondisi bangunan ponpes tahun 2004.
Di bagian dalam ada beberapa musholla. Untuk laki-laki terpisah dari musholla wanita. Yang unik adalah jalan menuju ke musholla ini dan tempat wudhunya. Dengan suasana yang agak gelap, kita harus melewati beberapa lorong yang hanya cukup untuk dua orang saja. Jika salah masuk lorong, dijamin tidak akan sampai ke musholla. Di lantai 10, langit-langitnya dibuat menyerupai stalaktit dan stalagmit.
Nah, di akhir kunjungan kami diminta mengisi pendapat tentang ponpes ini. Berbagai komentar pun ada, yang kebanyakan menyatakan
kekaguman akan bangunan ponpes ini. Bahkan ada yang mengaku tersentuh hatinya ketika memasuki ruangan. Luar biasa…
kekaguman akan bangunan ponpes ini. Bahkan ada yang mengaku tersentuh hatinya ketika memasuki ruangan. Luar biasa…
Menurut Pak Kisyanto asal berita masjid ini dibangun jin adalah dari sopir angkutan umum agar mobil mereka laris.Akhirnya saya bisa
mengambil kesimpulan, jika ponpes ini bukan dibangun oleh bangsa jin, seperti yang banyak dibicarakan orang. Melainkan dibangun dengan proses yang cukup panjang dan sarat makna. #dimuat di majalah Coret tahun 2012
mengambil kesimpulan, jika ponpes ini bukan dibangun oleh bangsa jin, seperti yang banyak dibicarakan orang. Melainkan dibangun dengan proses yang cukup panjang dan sarat makna. #dimuat di majalah Coret tahun 2012