melesat cepat
biru
hampa
Yeaaaiii!!! Tiket pesawat sudah di tangan. Saatnya liburan!
Entah mimpi apa saya, tiba-tiba dapat kejutan untuk liburan ke Labuan Bajo. Dapet tiket pesawat Garuda pula. Untuk guru dengan pendapatan seadanya, sungguh ini adalah anugrah yang membuat saya sangat bersyukur.
Berulang kali saya mengucap syukur.
Namun, sesampai di sana, terutama di Padar. Sesuatu terjadi pada saya.
***
Kaki saya terseok-seok, urung melanjutkan langkah. Bukan hanya karena trekkingnya yang menanjak tinggi, namun juga karena saya hanya sarapan pisang dan roti. Perut Indonesia, belum sarapan kalau bukan nasi. Syukurlah pagi itu ada teman yang membawa obat untuk menetralisir asam lambung, jadi mual pingin muntahnya hilang. Ternyata tak hanya saya saja, ada teman lain yang mual karena asam lambung naik.
Menempuh jalan setapak berkerikil di atas tanah kering saat matahari beranjak tinggi itu perjuangan gaes. Serius! Terik seolah membakar kulit, tenggorokan pun terasa kering. Selama perjalanan saya beberapa kali berhenti. Jantung berdetak jauh lebih cepat. Minum berulang kali. Dalam hati bertanya, buat apa sih naik ke atas sana. Apa istimewanya?
“Ayo semangaaat!!” suara dari teman-teman memaksa saya harus sampai finish. Malu kalau tinggal di bawah.
Baiklah… lanjuuut…
Setengah pendakian saya bertemu para pemanggul batu. Melihat mereka lincah sekali naik pulau sambil memanggul batu yang lumayan berat, saya merasa dicambuk. Heeeeiii.. itu anak kecil… kuat naik turun pulau sambil bawa batu. Kamu cuma bawa ransel isi air dan kamera aja nyerah!
Melihat saya yang terseok, beberapa dari mereka menolong dan mencarikan jalan yang mudah dilalui. Meski bagi saya tidak benar-benar mudah, namun lumayan lah, daripada jalan yang sebelumnya saya injak.
Sesekali saya ajak ngobrol, Namanya siapa, umur berapa, tinggal dimana, ndak sekolah?
Dalam teorinya ketika kita ngobrol, perjalanan yang berat akan menjadi lebih ringan. Namun saat itu, setelah mendengar jawaban bocah yang memandu saya, perjalanan saya terasa lebih berat.
Dia, ehm sebut saja Ludi, usianya sekitar 13 tahun. Anak pulau sebrang yang sehari-hari memanggul batu di Pulau Padar dengan gaji minim, tak sampai 100k perhari.
“Sekolahnya bagaimana?”
“Saya tak sekolah,” jawabnya.
Jleb…
“Anak-anak yang kerja manggul batu di sini tidak ada yang sekolah?” tanya saya. Ia mengiyakan.
Saya hanya bisa terdiam dan mendoakan kebaikan untuknya.
bersama para pemanggul batu (kamera nebeng punya teman, makasih ya gaes) |
candid |
Jalur trekking Pulau Padar yang terjal dan meliuk-liuk, belum lagi panas yang menyengat membuat seluruh badan meronta lelah. Upaya saya tak sia-sia, berkat bantuan anak-anak pemanggul batu saya berada di atas pulau Padar. Dan wooowww…. Pemandangan di depan saya super duper bagus! Berulang kali saya memuji Sang Pencipta. Dari atas pulau terlihat bentangan pemandangan alam yang kecantikannya baru pertama kali saya lihat dan hingga kini masih melekat begitu erat.
Sampai atas, pertanyaan “buat apa sih mendaki sampai finish? Apa istimewanya?” terjawab sudah.
Di depan mata saya nampak punggung-punggung bukit menjulur ke arah laut, teluk-teluk kecil di pinggiran pulau menghimpun lautan. Tiap teluk kecil berbentuk cekungan yang di pinggirnya memiliki pasir putih. Alhamdulillah dapat cuaca cerah. Bisa memandang pulau-pulau kecil lainnya sampai ufuk. Sejenak saya lupa akan panas yang menerpa, keringat yang membasahi baju. Dalam beberapa menit saya terpukau, diam tanpa kata.
Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Di atas pulau kami berulang kalimengambil gambar. Rasanya tak habis-habis, di tiap sudutnya ada pesona yang bikin saya gagal move on.
Setelah puas menikmati Pulau Padar dan matahari mulai tinggi, kami turun. Syukurlah turun tak seberat ketika naik. Selama perjalanan turun, saya bertemu lagi dengan bobah-bocah pemanggul batu. Dan entah untuk keberapa kalinya mereka membantu perjalanan saya.
Di tengah perjalanan, Nampak pula bapak-bapak pembuat tangga. Harusnya tadi ketika naik juga tahu, namun karena peluhnya keringat jadi tidak terlalu perhatian. Ketika turun inilah saya sempatkan ngobrol dengan bapak-bapak tersebut.
Meski semua tak tahu Bahasa Indonesia, namun selalu ada senyum di wajah para pekerja ini. Tak semua bapak pekerja pembuat tangga ini berasal dari Pulau Padar, sebagian dari mereka dari pulau-pulau sekitar Padar.
“Setiap hari pulang pergi dari rumah Pak?” tanya saya.
“Tidak, kami tinggal di sini,”sambil menunjukan “rumah” buatan.
Pandanganku mengikuti arah telunjuknya. Sebuah rumah dari perlak, kayu, dan peralatan seadanya.
Ingin rasanya mampir ke “rumah” yang dimaksud, hanya saja kami harus segera ke kapal menuju destinasi berikutnya.
***
Bait-bait sajak berpijak
Memenuhi bentangan waktu
Aku pulang Padar
Mengikat sekeping rindu untukmu
Menuai harap: semoga kita bisa bertemu lagi
Pulang, bagi saya tiga hari dua malam keliling Labuan Bajo masihlah kurang. Melihat kebudayaan dan kehidupan masyarakat timur yang memesona. Masih menjaga budaya.
Cuaca langit saat itu mendung, bersyukur sekali tidak delay lama. Dan bersyukur sekali pesawat Garuda yang mengantarkan saya ke Jakarta menyediakan makanan. Jadi bisa menikmati pemandangan laut dengan menikmati menu yang disuguhkan. Sebenarnya tak hanya ketika pulang, pas berangkat Garuda yang mengantarkan kami juga menyuguhkan menu yang pas di lidah. Tak hanya itu, perjalanan yang lumayan lama tak membuat mual atau bosan karena lembut dan tidak membuat goncangan. Terimakasih Garuda.. terimakasih Skyscanner
Pulau Padar.. semoga kita bersua lagi…
menikmati pemandangan sambil makan siang |
12 Comments. Leave new
Mantap banget mba, saya harus bersabar hati untuk bisa ke tempat2 keren seperti Labuan Bajo. Huhuhu
aamiin semoga bisa ke sini bareng keluarga ya mbak..
MasyaAlloh cantikk bangett mbaa pemandangannya. Moga bisa ke sana juga.
aamiin Ya Robb
MasyaAllah pulau yang indah. Berharap fasilitas umum, terutama kesehatan dan pendidikan di sana juga "seindah" pulaunya yaaaaa
iya mbak.. keren banget,,,
aamiin Ya Allah…
Pulau Padar memang selalu membawa kesan tersendiri.
betul mbak…
Pulau Padar masih jadi impian buatku. Selalu terpesona tiap kali melihatnya dalam foto. Moga kesampaian ke sana suatu hari nanti.
Aamiin.. Mbak Rin mah dah kemana2 hehe.. saluuut
Huaaaa ituuu pulau impiaaaaaaankuuuu….doakan aku bsa ke sana Mbaak
Aamiin.. iya semoga segera ya.. sama misua..