Sekitar pukul 22.30 aku dan Farah (teman satu kamar) saling berpandangan. Sepertinya apa yang kami rasakan sama. Lapar!
“Buat mie yuk!” aku teringat sawi yang baru kupetik siang tadi di kebun sekolah.
“Pake apa?” tanyanya.
Benar juga, mau ke dapur malas.
“Pake hiter?” dia mengiyakan.
“Tapi aku ndak bisa mbak buatnya. Biasanya ndak enak,”
“Oke ta’buatin,” memang beda rasanya antara membuat mie di kompor dan di hiter. Tapi kalau kepepet apalagi kalau laper ya enak-enak saja. Hehehe…
Dalam kamusku, makanan itu hanya ada dua: enak dan enak sekali!
Asal halal dan tidak pedas! Kalaupun uenak tapi pedas, takkan kusentuh.. apalagi kalau ndaaakkk enaaaakkk trus ndaaakkk halal dijamin ndak akan kumakan!
Langkah awal yang kulakukan adalah merebus sawi di hitter sampe masak. Lalu merebus mie.. setelah satu piring punyaku siap, ganti buatin Farah. Caranya buatnya cukup mudah, mudah banget bahkan. Seperti buat mie gelas.
Lha pas air sudah matang, kumasukkan tuh air ke mangkuk Farah. Tapi tiba-tiba ada suara ledakan! Aku lupa tidak mencabut si kabel terlebih dahulu.. hohohoho.. akibatnya hitter wafat di tempat.
Selang beberapa detik, terciumlah bau tidak sedap. Bau kebakaran. Segera kututup jendela dan pintu. Berharap tidak ada yang mencium selain kami. O iya, kamarku ada di lantai bawah (hanya kamarku thok) yang lain di lantai atas.
Aku dan Farah berpandangan sambil tertawa, rasanya lapar itu langsung sirna!
Sembunyikan! Sembunyikan! Farah menyembunyikan hitternya.
Tak lama kemudian terdengar langkah kaki dari lantai atas menuju kamarku.
“Mbak Zie bau kemenyan ndak?” kemenyan? Kok menyan?
Awalnya aku ingin pura-pura tidur, tapi ndak mungkin banget. Lha wong si Zahwa (nama laptopku) masih menyanyi dengan merdunya.
“Mbak Zie, kami takut,” sambil mengetuk pintu kamarku.
Kalo kubuka ntar mereka tahu gimana? Aku berpandangan dengan Farah.
“Mbak Zie,” suara di luar.
Kubuka pintu sedikit,” Ada apa?”
“Mbak bau menyan dibakar?”
“Ya bau sesuatu terbakar, tapi bukan menyan” hanya kepalaku yang kukeluarkan. Berusaha melindungi kecelakaan yang kuperbuat dalam
kamar.
“Teman-teman! Baunya di sini semakin menyengat! Dari kamar Mbak Zie!” glodhak! Ternyata pertahanku tidak kuat, sangat rapuh bahkan.
“Mbak Zie, lihat!” berusaha masuk kamarku. Aku dan Farah menghalangi.
“Ndak ada apa-apa kok, hanya masalah kecil,”
“Mbak, jangan cari pesugihan di sini!”
“Ndak lah! Ngapain pula! Ini aku lagi jampi-jampi Farah agar nggak putus ma pacarnya,” candaku. Farah protes.
“Atau jangan-jangan Mbak Zie buat sesaji biar cepat nikah?” whua.. mengapa pikiran mereka jauh sampe di sana! Gawat ini!
Alhamdulillah setelah tahu dari mana bau sengit berasal mereka kembali ke kamar masing-masing. Tumben mereka tengah malam belum tidur.
Dijamin paginya banyak wawancara yang yang dilontarkan padaku dan Farah. Uuhhhfff….
Di dalam kamar…
“Farah maaf ya hitternya,” dia menganggukkan kepala.
“Ntar aku ganti,” dia tersenyum.
“Setelah ta’pikir-pikir dari tadi aku binun mau nulis apa, ternyata Allah memberikan ide ini padaku,” sambil makan mie.
“Ternyata ada untungnya ya Mbak, aku dapet hitter baru, Mbak punya bahan buat nulis,” wkwkwkw.. bisa saja nih anak!
Oktober 2010
Pasca ledakan