
Kesempatan Investasi di Industri Pariwisata Indonesia: Catatan Traveler dan Blogger
Sebagai seseorang yang sering berpindah dari satu tempat wisata ke tempat lain, saya sering berpikir: “Mengapa tempat seindah ini tidak dikelola lebih serius?”
Itulah kalimat pertama yang muncul di kepala saya ketika berkunjung ke beberapa destinasi tersembunyi di Indonesia.
Sebagai traveler sekaligus blogger, saya melihat potensi pariwisata Indonesia bukan hanya dari sisi estetika, tapi juga dari peluang ekonomi dan investasi jangka panjang. Dan setelah menelusuri berbagai sumber, termasuk laman resmi BPKM RI saya semakin yakin bahwa industri ini sedang menunggu “investor yang punya visi dan hati”.
Pariwisata: Aset Nyata yang Belum Dimaksimalkan
Indonesia punya lebih dari 17.000 pulau dan ratusan kebudayaan lokal. Tapi, kalau kita bicara soal investasi, banyak yang masih menumpuk di kota besar: properti, teknologi, atau tambang. Padahal, pariwisata bisa jadi emas hijau yang lebih berkelanjutan.
Saya pernah menginap di sebuah homestay di tempat wisata yang terbuat dari rumah kayu sederhana. Setelah mendapat bantuan modal kecil dari investor lokal, tempat itu berkembang menjadi penginapan eco-friendly yang setiap bulannya ramai tamu asing. Dari pengalaman itu, saya paham bahwa investasi kecil yang tepat di sektor wisata bisa membawa dampak ekonomi besar untuk masyarakat lokal.
Apa yang Ditawarkan BKPM bagi Calon Investor Wisata
Saya sempat membuka situs BPKM RI (Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia). Di sana, cukup banyak data dan peluang investasi terbuka untuk publik. BKPM menyediakan daftar proyek di berbagai provinsi – termasuk sektor pariwisata dan ekonomi kreatif – lengkap dengan informasi lokasi, kebutuhan modal, hingga status perizinan.
Jujur, ini adalah hal yang cukup jarang disadari banyak orang. Kita sering bicara soal “ayo investasi di pariwisata”, tapi jarang tahu harus mulai dari mana. Melalui portal BKPM, semua itu jadi lebih transparan dan terstruktur. Kita bisa melihat peluang konkret, bukan sekadar wacana.
Sebagai investor, Sobat Zie bisa mencari proyek berdasarkan provinsi, sektor, atau jenis investasi. Bagi saya, ini seperti peta peluang emas, hanya saja, butuh keseriusan untuk menelusurinya.
Di Balik Angka dan Janji: Realita di Lapangan
Sekarang, mari bicara jujur. Tidak semua proyek pariwisata berjalan mulus. Saya pernah mengunjungi beberapa daerah yang sempat digadang-gadang menjadi “destinasi super prioritas”, namun masih tertahan karena infrastruktur dan koordinasi belum siap.
Inilah kenapa riset dan keterlibatan langsung dengan masyarakat setempat menjadi kunci. Investasi pariwisata bukan sekadar membangun hotel mewah atau resort besar, tapi membangun hubungan dengan manusia dan alam di sekitarnya.
Kelemahan di sektor ini sering terletak pada:
- Akses jalan dan transportasi yang belum memadai,
- Kurangnya pelatihan SDM lokal,
- Promosi digital yang masih minim,
- Regulasi yang kadang berubah tanpa sosialisasi.
Namun, dari sisi positif, justru di situlah ruang besar untuk inovasi dan pertumbuhan.
Potensi Emas: Dari Ekowisata Hingga Digital Tourism
Pariwisata saat ini tidak lagi hanya soal “tempat indah”, tapi soal pengalaman dan keberlanjutan. Beberapa bidang yang menurut saya paling menarik untuk digarap investor antara lain:
- 🌿 Ekowisata dan konservasi alam: Wisata berbasis lingkungan sedang naik daun, terutama di era pasca-pandemi.
- 🏡 Desa wisata dan homestay lokal: Modal kecil, tapi dampaknya luas.
- ☕ Kuliner dan budaya lokal: Wisatawan kini mencari keaslian, bukan kemewahan.
- 💻 Digital tourism & startup wisata: Aplikasi, platform review lokal, atau marketplace aktivitas wisata sangat potensial.
Bahkan, dengan dukungan BKPM, investasi di bidang-bidang ini bisa mendapatkan kemudahan perizinan serta potongan pajak tertentu jika memenuhi kriteria keberlanjutan.
Tips Jujur Sebelum Terjun ke Investasi Pariwisata
Berdasarkan pengalaman saya di lapangan dan di dunia finansial, berikut saran realistis untuk Sobat Zie yang tertarik berinvestasi di pariwisata:
- Mulai dari kecil dan fokus.
Jangan langsung bangun resort besar. Mulai dari penginapan, warung lokal, atau aktivitas wisata berbasis komunitas. - Pahami kultur setempat.
Jangan datang hanya dengan modal uang, tapi juga empati. - Lihat proyek legal dan terdaftar di BKPM.
Ini penting untuk keamanan dan kepastian hukum. - Gabungkan bisnis dan cerita.
Wisatawan sekarang mencari pengalaman emosional, bukan sekadar fasilitas. - Berpikir jangka panjang.
Pariwisata tidak bisa cepat untung, tapi jika dikelola baik, hasilnya stabil dan berkelanjutan.
Apa yang Saya Pelajari dari Lapangan
Dari semua perjalanan saya, satu hal yang selalu saya rasakan: daerah wisata yang paling hidup adalah yang punya keseimbangan antara bisnis dan hati.
Tempat-tempat seperti Banyuwangi, Labuan Bajo, dan Likupang kini berhasil tumbuh bukan hanya karena investor masuk, tapi karena ada sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku bisnis.
Saya percaya, dengan dukungan lembaga seperti BKPM yang membuka informasi seluas-luasnya, kita kini berada di masa keemasan baru industri pariwisata Indonesia. Tapi kuncinya tetap sama: investor yang peduli dengan manusia dan bumi.
Kesimpulan: Investasi dengan Jiwa
Sebagai traveler, saya melihat wajah-wajah bahagia anak-anak di desa wisata ketika ada tamu datang. Sebagai blogger finansial, saya melihat angka pendapatan yang naik signifikan karena satu proyek kecil. Dua hal itu membuat saya yakin — investasi di pariwisata bukan sekadar mencari laba, tapi menanam kehidupan.
Jadi jika Sobat Zie punya niat menanamkan modal, jangan hanya berpikir tentang ROI (return on investment), tapi juga tentang ROI yang lain — Return on Impact.
Karena ketika alam, budaya, dan manusia terjaga, keuntungan finansial akan mengikuti.
Jika Sobat Zie ingin tahu peluang investasi yang lebih terarah dan aman, kunjungi situs resmi https://bkpmri.id/. Di sana, semua pintu informasi sudah terbuka. Tinggal kita, apakah siap melangkah?

1 Comment. Leave new
Saya rasa, macetnya pembangunan pariwisata di desa-desa kecil umumnya terjadi karena investor maupun UMKM lokal belum sinergis bergerak. Dua-duanya sama-sama punya ide, tapi belum ada kesepakatan untuk mengeksekusi idenya bareng. Mesti ada aja sisi-sisi yang bikin macet, misalnya duitnya belum ada, proposalnya belum ditandatangani, SDMnya belum disiapin, dan lain sebagainya.
Padahal kalau mereka mau pasang timeline untuk mengeksekusi idenya dan mau disiplin waktu, kayaknya bakalan jalan deh itu ide.