Inilah yang menjadi acuan saya ketika mendidik. Perlu pertimbangan berulang kali ketika harus memberikan punishment. Pentingkah? Namun setelah beberapa tahun mengajar sepertinya punishment penting juga!
Tahun 2010, saya membuat bintang prestasi di kelas. Bintang prestasi ini terdiri dari tiga warna, hijau, kuning, dan merah. Penilaiannya tidak hanya kognitif saja, tapi juga afektif dan psikomotorik.
Warna hijau untuk anak-anak yang aktif, sopan, berani maju, berani tanya atau menjawab, dan yang dapat nilai di atas 80. Dengan kata lain ini adalah bintang prestasi.
Warna kuning untuk anak yang terlambat, seragam kurang lengkap, buku ketinggalan, dan yang alat tulisnya ketinggalan.
Sedang warna merah untuk yang hari itu mengganggu teman serta yang lupa mengerjakan PR.
Ide punishment bermula dari pertanyaan anak-anak, “Bu, kalau bintang merahnya banyak hukumannya apa? Kalau bintang hijau banyak dapat hadiah? Atau kalau bintang kuningnya banyak bagaimana?
Yang bintang hijaunya banyak jelas bakal dapat reward, karena memang yang bersangkutan berhak menerima hadiah.
Pertanyaan mereka mengingatkan saya pada komitmen dan konsekuensi . ketika kita berbicara tentang sebuah komitmen maka tidak bisa lepas dari yang namanya konsekuensi. Komitmen dan konsekuensi dalam realitanya berjalan secara bersamaan dan saling mendukung satu dengan yang lainnya. Komitmen tanpa konsekuensI seperti mengobral janji tanpa bukti. Konsekuensi tanpa komitmen seperti halnya menghakimi sesuatu tanpa ada penyebab yang jelas dan pasti.
Kesempatan pertama, saya memberi hadiah mereka buku tulis polos super tebal. Mengapa polos? Ini agar mereka bebas berekspresi. Buku tersebut bisa ditulis lurus, miring, atau pola yang lain, dan tidak hanya bisa ditulisi tapi juga bias digambar. Semacam Enikki kalau di Jepang.
Kesempatan kedua (tahun kedua) saya memberi hadiah buku Kids Reading Journal dari penerbit Mizan. Buku unik ini saya temukan dijual murah di Islamic Book Fair (IBF). Karena tertarik saya langsung pesan ke Mizan beberapa puluh buku.
Apa sih uniknya?
Buku ini dikemas seperti diary, ada foto di bagian depan, ada banyak gambar, halamannya diatur sesuai dengan kesukaan anak dan ratusan stiker bintang imut.
Cuman buka diary untuk pengalaman sehari-hari, melainkan buku apa saja yang dah dibaca? Ceritanya bagaimana? Menurut kamu tuh buku ranking berapa (dengan cara membubuhi stiker yang disediakan)? Bacanya tanggal berapa? Selesai baca tanggal? Buku apa yang bisa direkomendasikan ke teman? Mengapa kamu merekomendasikan buku itu?
Bagi saya buku ini sangat dan sangat kreatif. Siswa tidak hanya membaca tapi juga berbagi isi dari bacaan yang telah dibaca. Efeknya, hampir 90% siswa kecanduan baca. Bahkan kami selalu meluangkan waktu satu minggu dua kali untuk berkunjung ke perpustakaan kota.
Intinya hadiahpun berupa tugas terselubung. Hehehe…
Ini untuk bintang hijau, bintang kuning bagaimana?
Mencari dan mencari ide, nggak mungkin si anak saya cubit atau berdiri di depan kelas. Ehm.. apa ya?
Alhamdulillah datanglah ide hukumannya berupa menulis. Jadi barang siapa yang bintang kuningnya ingin dilepas ia harus menulis minimal setengah halaman buku tulis (kelas 1 SD kalau banyak kasihan). Satu tulisan untuk tiga bintang kuning.
Awalnya ini dirasa berat tapi lama-lama mereka terbiasa. Bahkan ada yang nulis lebih dari setengah halaman. Hasil tulisan mereka saya kumpulkan jadi satu dan Alhamdulillah di tahun 2010 buku antologi pertama mereka terbit dengan judul Catatan Hati Pelangi.
Bintang kuning membuahkan hasil, sekarang bintang merah! Bias dikatakan ini adalah bintang untuk anak-anak yang “aktif”. Mungkin nggak ya kalau mereka nguras kamar mandi atau lari keliling lapangan? Ups.. ndaklah.. pikiran itu saya buang jauh-jauh.
Untuk yang bintang merah punishmentnya adalah membuat percobaan. Ini untuk melatih kemampuan anak berpikir kritis, berani melakukan hal-hal baru, dan berani mengemukakan pendapat di depan teman-temannya.
Punishment ini mendapat sambutan baik dari anak-anak. Bahkan ada anak yang semula anteng malah melakukan kesalahan agar dapat kesempatan praktik percobaan. Hehehe…
Tahu hal ini, akhirnya percobaan tidak hanya buat yang “aktif” saja tapi siapapun yang mau mencoba.
Alhamdulillah tahun 2010 punishment dan reward dapat berjalan beriringan. Anak-anak pastinya tidak tega kalau orang tua tahu mereka di sekolah ramai atau lupa mengerjakan PR. Jadi tiap ada pertemuan orang tua, mereka sibuk memperbaiki diri dan berusaha melepas bintang kuning atau merah yang nempel. Hehehe…
Selain bintang dengan tiga warna tersebut. Saya juga membuat bulletin sederhana yang berisi tulisan kami. Bulletin ini bernama bulletin Rembulan, menulis untuk menyinari mimpi.
Selain erfungsi sebagai wadah tulisan anak-anak, bulletin ini juga berguna untuk melatih kedisiplinan mereka.
Bagaimana bisa?
Bulletin Rembulan, tiap kali terbit saya selalu menggandakan sebanyak jumlah murid dalam satu kelas. Di bagian depan ada nomor yang saya atur secara berurutan. Jadi, karena siswa di kelas saya ada 18 anak, bagian depan bulletin saya beri nomor 1-18.
Setiap pagi anak, mengambil bulletin yang saya tarus di dekat pintu masuk. Anak yang dating pertama mengambil bulletin nomor satu, dating kedua mengambil bulletin nomor 2, begitu seterusnya sampai nomor 18. Hal ini terbukti efektif sekali. Mereka berlomba-lomba dating lebih pagi agar mendapat nomor awal. Berkat bulletin ini angka keterlambatan di kelas saya bisa menurun hingga 70%!
2 Comments. Leave new
Duuuh, suka banget ide kayak begini. Jadi pengen nyontek 😉 Boleh ya…? 😉 😉 😉
makasih mbak Diah..
silahkan…:)