Fauziah Rachmawati
“Kau yakin dengan keputusanmu?”
Hajdari mengangguk, tatapan matanya kosong. Ia
ingat betul bagaimana ayahnya mendidik dirinya menjadi seorang laki-laki. Mulai
dari berpakaian, gaya bicara, bekerja, dan berinteraksi. Meski sebenarnya ia
tetap ingin menjadi perempuan.
Hajdari mengangguk, tatapan matanya kosong. Ia
ingat betul bagaimana ayahnya mendidik dirinya menjadi seorang laki-laki. Mulai
dari berpakaian, gaya bicara, bekerja, dan berinteraksi. Meski sebenarnya ia
tetap ingin menjadi perempuan.
Hajdari -anak
pertama dari lima saudara berjenis kelamin perempuan semua- yang sebentar lagi
akan melakukan sumpah menjadi perawan, burrneshas.
pertama dari lima saudara berjenis kelamin perempuan semua- yang sebentar lagi
akan melakukan sumpah menjadi perawan, burrneshas.
Burnneshas,
dalam bahasa Albania berarti perempuan menjadi laki-laki. Menurut tradisi,
mereka tidak berganti kelamin ataupun berpenampilan seperti banci. Hal ini
terjadi karena mereka beranggapan bahwa sebenarnya perempuan dan lelaki
dilahirkan dengan hak yang sama, tapi mengapa perempuan harus bergantung pada
lelaki.
“Hajdari, jangan memaksakan
kehendak! Aku tahu kau masih setengah hati!” ujar
Luis
kehendak! Aku tahu kau masih setengah hati!” ujar
Luis
Hajdari terdiam,
perempuan itu memainkan ilalang yang ada di depannya. Tak berani menatap Luis.
perempuan itu memainkan ilalang yang ada di depannya. Tak berani menatap Luis.
“Dan kau mengabaikanku
begitu saja?” Luis menatap wajah Hajdari.
begitu saja?” Luis menatap wajah Hajdari.
“Maafkan aku karena
harus memilih jalan ini Luis!” meninggalkan lelaki di depannya dengan tergesa.
harus memilih jalan ini Luis!” meninggalkan lelaki di depannya dengan tergesa.
Angan Luis mengapung.
Rencana pernikahan yang telah mereka susun kandas karena
keputusan Hajdari untuk melakukan burrneshas. Sebentuk mimpi indah menguap
begitu saja. Hajdari lebih menurut
permintaan orang tuanya daripada mempertahankan kisah cinta yang telah dirajut
dengan Luis. Sebuah keputusan yang mengiris
hati Luis
tajam.
Rencana pernikahan yang telah mereka susun kandas karena
keputusan Hajdari untuk melakukan burrneshas. Sebentuk mimpi indah menguap
begitu saja. Hajdari lebih menurut
permintaan orang tuanya daripada mempertahankan kisah cinta yang telah dirajut
dengan Luis. Sebuah keputusan yang mengiris
hati Luis
tajam.
Tiba-tiba ingatan Luis melayang pada
pertengkaran mereka
satu minggu yang lalu. Pertengkaran yang menyebabkan semua ini terjadi. Masih
karena masalah yang sama, burnneshas.
pertengkaran mereka
satu minggu yang lalu. Pertengkaran yang menyebabkan semua ini terjadi. Masih
karena masalah yang sama, burnneshas.
Di Baraganesh,
Burrnesha adalah status yang dihormati dan dengan menyandang status tersebut,
perempuan mendapatkan “kebebasan” serta kesetaraan dengan kaum adam. Mereka
juga bisa memiliki tanah pribadi, hal yang mustahil bagi wanita.
Burrnesha adalah status yang dihormati dan dengan menyandang status tersebut,
perempuan mendapatkan “kebebasan” serta kesetaraan dengan kaum adam. Mereka
juga bisa memiliki tanah pribadi, hal yang mustahil bagi wanita.
“Aku harus melakukan ini Luis!”
“Tapi kamu perempuan!”
“Ya karena aku perempuan
itulah, aku harus melakukannya!” dengan nada agak tinggi.
itulah, aku harus melakukannya!” dengan nada agak tinggi.
“Jangan konyol Hajdari!”
“Tidak! Aku tidak ingin membuat
ayahku kecewa.”
ayahku kecewa.”
“Jadi ini karena permintaan
ayahmu? Bukan karena inginmu!” Hajdari
terdiam.
ayahmu? Bukan karena inginmu!” Hajdari
terdiam.
“Kau tahu apa akibat dari
keputusanmu ini? Aku
kecewa padamu!” ujar Luis
lirih.
keputusanmu ini? Aku
kecewa padamu!” ujar Luis
lirih.
“Maafkan aku Luis.”
.
. .
. .
Malam semakin berkabut, gerimis
di hati lelaki
tak lagi reda. Menguap mengawang memenuhi pelupuk mata. Menerawang dalam
ketidakpastian. Hajdari
yang selama ini ia anggap
keibuan, pintar memasak, dan suka musik itu harus berubah menjadi pria.
Terlebih, Luis
belum siap jika pernikahan yang mereka rencanakan harus gagal. Lelaki itu mengambil jaket yang sebelumnya diletakan di
kursi. Merapikan krah jaket, mengenakan sepatu, berjalan menuju rumah Hajdari.
di hati lelaki
tak lagi reda. Menguap mengawang memenuhi pelupuk mata. Menerawang dalam
ketidakpastian. Hajdari
yang selama ini ia anggap
keibuan, pintar memasak, dan suka musik itu harus berubah menjadi pria.
Terlebih, Luis
belum siap jika pernikahan yang mereka rencanakan harus gagal. Lelaki itu mengambil jaket yang sebelumnya diletakan di
kursi. Merapikan krah jaket, mengenakan sepatu, berjalan menuju rumah Hajdari.
Matanya gelap dan lelah, tak
ada kilat mentari, hanya rembang petang yang tampak panjang. Nampak Hajdari menarik napas
panjang, sesekali memainkan jari tangan di
depan rumah. Tak Nampak cincin di sana, cincin
pemberian Luis
dua minggu yang lalu. Pandangan mereka
beradu. Hajdari tersedak,
segera mengusap embun di pipi.
ada kilat mentari, hanya rembang petang yang tampak panjang. Nampak Hajdari menarik napas
panjang, sesekali memainkan jari tangan di
depan rumah. Tak Nampak cincin di sana, cincin
pemberian Luis
dua minggu yang lalu. Pandangan mereka
beradu. Hajdari tersedak,
segera mengusap embun di pipi.
“Ada perlu apa kau malam-malam
begini?” ujarnya acuh.
begini?” ujarnya acuh.
Dia tak lagi memakai rok
seperti biasanya, hanya celana panjang dan pullover
yang tangannya ditarik sampai ke siku. Rambut panjangnya dipotong pendek. Kalau
saja tak ada lesung pipit yang manis ituLuis
mungkin tak mengenalinya. Dia benar-benar berubah!
seperti biasanya, hanya celana panjang dan pullover
yang tangannya ditarik sampai ke siku. Rambut panjangnya dipotong pendek. Kalau
saja tak ada lesung pipit yang manis ituLuis
mungkin tak mengenalinya. Dia benar-benar berubah!
“Aku hanya ingin tahu,
sebenarnya apa yang kau cari dari Burnneshas.
Kalau kau ingin harta, aku mendapatkannya dari keluargaku. Nanti setelah
kita menikah, harta itu akan menjadi milikmu juga,” kata Luis dengan wajah memohon.
sebenarnya apa yang kau cari dari Burnneshas.
Kalau kau ingin harta, aku mendapatkannya dari keluargaku. Nanti setelah
kita menikah, harta itu akan menjadi milikmu juga,” kata Luis dengan wajah memohon.
“Tidakkah kau ingat petuah yang kau berikan padaku kala itu. Orang
yang baik bukan berarti tak pernah salah, tapi ia mengerti bagaimana
memperbaiki diri. Kau pun melarangku menyalahkan kesalahan orang dan balas
dendam, tapi memintaku menunjukkan jalan menuju perbaikan diri. Aku bahkan masih ingat akan
perkataanmu, mengapa kau malah mengingkarinya?”
lanjut Luis.
yang baik bukan berarti tak pernah salah, tapi ia mengerti bagaimana
memperbaiki diri. Kau pun melarangku menyalahkan kesalahan orang dan balas
dendam, tapi memintaku menunjukkan jalan menuju perbaikan diri. Aku bahkan masih ingat akan
perkataanmu, mengapa kau malah mengingkarinya?”
lanjut Luis.
“Nanti kau akan mengerti mengapa aku melakukan
ini!” Hajdari memasukkan
jari ke dalam saku celana.
ini!” Hajdari memasukkan
jari ke dalam saku celana.
“Aku mau kau sampaikan
sekarang!”
sekarang!”
“Tak ada gunanya! Tak ada yang bisa
mengubah keputusanku!” beranjak dari kursi bambu.
mengubah keputusanku!” beranjak dari kursi bambu.
“Kau egois!”
“Ya, aku memang egois! Untuk
itu, tolong tinggalkan aku!” perempuan
itu melangkah menjauhi
Luis.
itu, tolong tinggalkan aku!” perempuan
itu melangkah menjauhi
Luis.
“Kau memang egois! Tapi
egoismulah yang membuatku tak bisa meninggalkanmu!”
egoismulah yang membuatku tak bisa meninggalkanmu!”
“Terserah! Cepatlah pulang! Tak
baik malam-malam bertandang ke rumahku. Apalagi besok aku akan melakukan sumpah
itu!” Hajdari berjalan memasuki rumah meninggalkan diriku sendiri.
baik malam-malam bertandang ke rumahku. Apalagi besok aku akan melakukan sumpah
itu!” Hajdari berjalan memasuki rumah meninggalkan diriku sendiri.
Sumpah itu? Besok? Begitu
cepatkah?
cepatkah?
Segera kutarik tangannya.
Plaak!
“Hentikan! Tolong hargai keputusanku!” dia
masuk ke dalam rumah dengan penuh amarah dan
meninggalkan Luis
dalam kegundahan.
masuk ke dalam rumah dengan penuh amarah dan
meninggalkan Luis
dalam kegundahan.
.
. .
. .
Kesedihan bagai bayangan hitam
yang terus membayangi dan terus mengikuti. Membawa terpaan badai menerjang hati
yang makin kalut.
yang terus membayangi dan terus mengikuti. Membawa terpaan badai menerjang hati
yang makin kalut.
Sumpah telah terucap, nada
suara dan gerak tubuhnya berubah, begitu pula dengan pakaian yang ia
kenakan.
suara dan gerak tubuhnya berubah, begitu pula dengan pakaian yang ia
kenakan.
“Xhimi,” panggil ayah hajdari
bangga, perempuan yang telah
menjadi lelaki tersenyum tipis. Xhimi
adalah sebutan untuk lelaki tulen.
bangga, perempuan yang telah
menjadi lelaki tersenyum tipis. Xhimi
adalah sebutan untuk lelaki tulen.
Caranya membawa
cangkir, meminumnya, bahkan memukulnya di atas meja, mirip sekali dengan gaya
laki-laki. Begitu pula ketika mengobrol dengan para
tamu. Cepat sekali dia belajar menjadi pria.
cangkir, meminumnya, bahkan memukulnya di atas meja, mirip sekali dengan gaya
laki-laki. Begitu pula ketika mengobrol dengan para
tamu. Cepat sekali dia belajar menjadi pria.
Luis meninggalkan
tempat itu segera, tak rela jika melihat
perempuan yang pernah mengisi hatinya harus
bergaul dengan para pria. Meski dia
tahu Hajdari
tidak akan menikahi pria-pria ituDia
tidak akan menikah seumur hidup. Tak terkecuali dengan dirinya, lelaki yang sangat dan amat
mencintainya. Lembayung
kesunyian tak henti menari di pelupuk mata
Luis.
tempat itu segera, tak rela jika melihat
perempuan yang pernah mengisi hatinya harus
bergaul dengan para pria. Meski dia
tahu Hajdari
tidak akan menikahi pria-pria ituDia
tidak akan menikah seumur hidup. Tak terkecuali dengan dirinya, lelaki yang sangat dan amat
mencintainya. Lembayung
kesunyian tak henti menari di pelupuk mata
Luis.
.
. .
. .
Satu minggu kemudian.
“Luis, ibu sudah tua, ayahmu
juga. Cepatlah kau menikah, lupakan Hajdari, masih banyak wanita lain yang
lebih baik
darinya,” tak sanggup lelaki itu
menjawabnya.
juga. Cepatlah kau menikah, lupakan Hajdari, masih banyak wanita lain yang
lebih baik
darinya,” tak sanggup lelaki itu
menjawabnya.
“Luis kau harus mempunyai
keturunan untuk meneruskan keluarga ini.”
keturunan untuk meneruskan keluarga ini.”
Ia melangkahkan
kaki menuju gudang, mengambil sepeda dan mengayuh
jauh-jauh. Tiba-tiba ia
ingin pergi ke suatu tempat. Tempat yang biasa
gunakan untuk bercanda,
diskusi, dan menyelesaikan masalah dengan
Hajdari.
kaki menuju gudang, mengambil sepeda dan mengayuh
jauh-jauh. Tiba-tiba ia
ingin pergi ke suatu tempat. Tempat yang biasa
gunakan untuk bercanda,
diskusi, dan menyelesaikan masalah dengan
Hajdari.
Lelaki itu mempercepat
laju sepeda. Tak dihiraukannya buliran keringat membentuk bulatan
besar-besar membasahi bajunya.
laju sepeda. Tak dihiraukannya buliran keringat membentuk bulatan
besar-besar membasahi bajunya.
Hampir mendekat. Aroma
kedamaian mulai terasa, satu rasa nyaman yang sulit terungkap. Bahkan ia bisa merasakan harum
wangi parfum Hajdari.
kedamaian mulai terasa, satu rasa nyaman yang sulit terungkap. Bahkan ia bisa merasakan harum
wangi parfum Hajdari.
“Ah
tak mungkin dia ke sana, segera kusingkirkan pikiran itu jauh-jauh,” batin Luis.
tak mungkin dia ke sana, segera kusingkirkan pikiran itu jauh-jauh,” batin Luis.
Hamparan hijau itu terlihat
sudah, ia meninggalkan
sepeda. Berlari dan berteriak kencang.
Inilah yang biasa ia
lakukan bersama wanita yang ia kasihi
ketika ada masalah.
sudah, ia meninggalkan
sepeda. Berlari dan berteriak kencang.
Inilah yang biasa ia
lakukan bersama wanita yang ia kasihi
ketika ada masalah.
Seketika ia menghentikan
teriakan, remang-remang telinganya
menangkap suara wanita menangis. Luis
perlahan berjalan menuju arah datangnya suara.
Nampak seseorang di sana,
entah lelaki entah perempuan berbaju coklat sedang duduk menundukkan kepala
membelakanginya.
Dari suara, sepertinya perempuan.
teriakan, remang-remang telinganya
menangkap suara wanita menangis. Luis
perlahan berjalan menuju arah datangnya suara.
Nampak seseorang di sana,
entah lelaki entah perempuan berbaju coklat sedang duduk menundukkan kepala
membelakanginya.
Dari suara, sepertinya perempuan.
Luis mendekati, “ada yang bisa saya bantu?” tanyanya. Tak ada balasan.
“Baiklah, maaf saya mengganggu,
permisi,” dia
meninggalkannya.
permisi,” dia
meninggalkannya.
“Luis,” ujarnya lirih.
Suara itu, segera Luis membalikkan badan, menatapnya
lekat, wajah Hajdari pucat. Tangisnya pecah.
lekat, wajah Hajdari pucat. Tangisnya pecah.
“Ada apa denganmu? Kamu sakit?
Pucat sekali?” tanya Luis bertubi-tubi. Tak
ada jawaban, hanya tangisan.
Pucat sekali?” tanya Luis bertubi-tubi. Tak
ada jawaban, hanya tangisan.
“Hajdari,
aku ingin kau taruh sakit dan dukamu pada pundak ini,” Luis hanya bisa mengucapkan kalimat ini dalam hatinya.
aku ingin kau taruh sakit dan dukamu pada pundak ini,” Luis hanya bisa mengucapkan kalimat ini dalam hatinya.
“Maafkan
aku,” Hajdari melangkah menjauhi.
aku,” Hajdari melangkah menjauhi.
“Hajdari, sungguh aku tak tega
melihatmu menderita seperti ini. Bicaralah padaku apa yang sebenarnya terjadi.
Aku tahu Burnneshas yang kau lakukan
itu tidak atas kehendakmu sendiri.”
melihatmu menderita seperti ini. Bicaralah padaku apa yang sebenarnya terjadi.
Aku tahu Burnneshas yang kau lakukan
itu tidak atas kehendakmu sendiri.”
“Terlambat, aku sudah
mengucapkan sumpah itu,” samar antara terdengar dan tidak.
mengucapkan sumpah itu,” samar antara terdengar dan tidak.
Tak ada jawaban, mereka terdiam, perempuan menunduk. Yang
terdengar hanyalah alunan nafas. Semenit kemudian Hajdari melihat jam di
tangannya.
terdengar hanyalah alunan nafas. Semenit kemudian Hajdari melihat jam di
tangannya.
“Maaf aku harus pergi,” sambil
membersihkan celananya yang kotor.
membersihkan celananya yang kotor.
“Hajdari, aku ingin orang yang
di sampingmu itu selamanya aku,”
di sampingmu itu selamanya aku,”
“Semoga kau mendapatkan yang
lebih baik dari diriku,” bayang tubuhnya semakin menjauh.
lebih baik dari diriku,” bayang tubuhnya semakin menjauh.
Hurriyah,
November 2010
November 2010