Dilan, tak sengaja saya melihatnya di Silatwil
FLP Jatim. Pertama melihat bajunya, saya langsung mules dan ingin
lebih lama menatap. Akhirnya, dengan pede saya pinjam ke teman yang bawa nih
buku, yaitu si Muchtar. Ternyata Muchtar pinjam Mahfuzh. Jadi deh pinjam
berantai.
FLP Jatim. Pertama melihat bajunya, saya langsung mules dan ingin
lebih lama menatap. Akhirnya, dengan pede saya pinjam ke teman yang bawa nih
buku, yaitu si Muchtar. Ternyata Muchtar pinjam Mahfuzh. Jadi deh pinjam
berantai.
Dilan adalah buku Pidi Baiq kedua yang saya baca.
Buku pertama yang saya baca yang Drunken Monster, sebuah kumpulan kisah tak
teladan dari Pidi Baiq. Inipun buku hadiah dari teman. Kado tak bernama tapi
bisa langsung ketebak siapa yang ngasih.
Buku pertama yang saya baca yang Drunken Monster, sebuah kumpulan kisah tak
teladan dari Pidi Baiq. Inipun buku hadiah dari teman. Kado tak bernama tapi
bisa langsung ketebak siapa yang ngasih.
Membaca Dilan, saya merasa buku ini adalah
rumus canggih untuk mengerti cewek. Pidi Baiq cerdas,
menulis kisah tentang keromantisan seorang cowok dengan menggunakan perempuan sebagai
tokoh utama. Perempuan itu bernama Milea. Gadis pindahan dari Jakarta ke Bandung yang jatuh hati
pada Dilan. Dilan yang pintar, yang kata orang nakal dan ikut geng motor. Cowok antik yang gampang
bikin jatuh cinta dengan kekonyolannya, semua leluconnya absurd, unik tapi romantis. Dilan yang berani menantang guru yang
bertindak semena-mena terhadap muridnya. Cowol yang sayang keluarga, hormat
pada wali kelasnya karena menghargai dirinya, cowok yang kadang-kadang dia
tampak kayak orang bego, yang bahasanya (katanya) baku, cenderung aneh, cowok slengekan yang suka bercanda, meski kadang
garing. Ehm Dilan itu puitis! Dengan cara nya sendiri. Hidup nya, cinta
nya adalah puisi. Whuaaaa bakal panjang kali lebar kali tinggi kalau
saya cerita tentang Dilan.
rumus canggih untuk mengerti cewek. Pidi Baiq cerdas,
menulis kisah tentang keromantisan seorang cowok dengan menggunakan perempuan sebagai
tokoh utama. Perempuan itu bernama Milea. Gadis pindahan dari Jakarta ke Bandung yang jatuh hati
pada Dilan. Dilan yang pintar, yang kata orang nakal dan ikut geng motor. Cowok antik yang gampang
bikin jatuh cinta dengan kekonyolannya, semua leluconnya absurd, unik tapi romantis. Dilan yang berani menantang guru yang
bertindak semena-mena terhadap muridnya. Cowol yang sayang keluarga, hormat
pada wali kelasnya karena menghargai dirinya, cowok yang kadang-kadang dia
tampak kayak orang bego, yang bahasanya (katanya) baku, cenderung aneh, cowok slengekan yang suka bercanda, meski kadang
garing. Ehm Dilan itu puitis! Dengan cara nya sendiri. Hidup nya, cinta
nya adalah puisi. Whuaaaa bakal panjang kali lebar kali tinggi kalau
saya cerita tentang Dilan.
Novel yang punya isi 332
halaman ini mengajarkan saya kalau sebuah
novel tak harus rumit dalam masalah setting tempat dan waktu. di Novel ini
setting tempat hanya sedikit, yaitu sekolah, warung bi Eem, Rumah Dilan, Rumah
Milea, dan itu pun tak digambarkan dengan detail. walau demikian, kita tetap
menikmati kisahnya.
halaman ini mengajarkan saya kalau sebuah
novel tak harus rumit dalam masalah setting tempat dan waktu. di Novel ini
setting tempat hanya sedikit, yaitu sekolah, warung bi Eem, Rumah Dilan, Rumah
Milea, dan itu pun tak digambarkan dengan detail. walau demikian, kita tetap
menikmati kisahnya.
Sederhana. Tapi, saya sukses jatuh cinta sama sosok Dilan.
Remaja kelas 2 SMA. Dia lebih suka melakukan berbagai hal, bukan menyatakan
rasa sukanya. Selalu tahu setiap pergerakan Milea. Selalu peduli. Selalu
berusaha membuat bahagia. Khas remaja sekali deh. Dilan benar-benar bikin saya
ditanyain teman satu kos, kenapa ketawa guling-guling?! Haha
Remaja kelas 2 SMA. Dia lebih suka melakukan berbagai hal, bukan menyatakan
rasa sukanya. Selalu tahu setiap pergerakan Milea. Selalu peduli. Selalu
berusaha membuat bahagia. Khas remaja sekali deh. Dilan benar-benar bikin saya
ditanyain teman satu kos, kenapa ketawa guling-guling?! Haha
Ilustrasi dalam novel yang ternyata karya Pidi Baiq juga, Wah sukses menghangatkan cerita- terutama
adegan-adegan dalam keluarga. Kagum, penulisnya hebat bisa gambar juga!
adegan-adegan dalam keluarga. Kagum, penulisnya hebat bisa gambar juga!
Dialog-dialog sederhana yang
tak terduga jadi kekuatan kisah Dilan dan Milea. kisah ini membuat saya
terhanyut dalam senyum, tawa, dan rasa romantis yang manis. Ah entahlah klo
kamu yang membacanya, tapi itulah perasaan saya ketika membaca kisah Dilan.
tak terduga jadi kekuatan kisah Dilan dan Milea. kisah ini membuat saya
terhanyut dalam senyum, tawa, dan rasa romantis yang manis. Ah entahlah klo
kamu yang membacanya, tapi itulah perasaan saya ketika membaca kisah Dilan.
Endingnya bikin menunggu. Menunggu
sekuel kedua. Pidi Baiq menutup
ceritanya dengan.. aaahhh. entah apa ya namanya. Ini membuat saya merasa
penasaran akan kelanjutan kisah Dilan dan Milea.
Mungkin ada yang
bertanya-tanya, kenapa saya suka nih novel. Bukannya pacaran itu nggak boleh?
bertanya-tanya, kenapa saya suka nih novel. Bukannya pacaran itu nggak boleh?
Eh siapa bilang?
Pacaran itu boleh lo, harus
bahkan! Buat yang sudah nikah tentunya. Jadi buku ini bisa dijadikan pedoman
untuk ber”romantis-ria” dengan pasangan halal. Hahaha
bahkan! Buat yang sudah nikah tentunya. Jadi buku ini bisa dijadikan pedoman
untuk ber”romantis-ria” dengan pasangan halal. Hahaha
Ehm, buat kamu… iya kamu. Sapa sih? Lelaki yang akan
menjadikanku pertama dan terakhir untuknya. Tak perlu menjadi Dilan. Tak
perlu melakukan hal-hal absurd tak terlupakan. Tak perlu mengumbar kata
sederhana yang manis. Setidaknya yakinkan saya kamu ada buat saya. Udah itu
aja.
menjadikanku pertama dan terakhir untuknya. Tak perlu menjadi Dilan. Tak
perlu melakukan hal-hal absurd tak terlupakan. Tak perlu mengumbar kata
sederhana yang manis. Setidaknya yakinkan saya kamu ada buat saya. Udah itu
aja.
Kalimat yang saya suka dari Novel Dilan
1. “Selamat ulang tahun, Milea.
Ini hadiah untukmu, cuma TTS.
Tapi sudah kuisi semua.
Aku sayang kamu
aku tidak mau kamu pusing
karena harus mengisinya.
Dilan!”
Ini hadiah untukmu, cuma TTS.
Tapi sudah kuisi semua.
Aku sayang kamu
aku tidak mau kamu pusing
karena harus mengisinya.
Dilan!”
2.
Tolong bilang ke ibumu. Aku
mencintai anak sulungnya.” –Dilan “Tolong bilangin juga ke Bunda.
Terimakasih sudah melahirkan orang yang aku cintai.” –Milea
Tolong bilang ke ibumu. Aku
mencintai anak sulungnya.” –Dilan “Tolong bilangin juga ke Bunda.
Terimakasih sudah melahirkan orang yang aku cintai.” –Milea
3.
“Kamu cantik. Tapi aku belum mencintaimu. Engga tahu
kalau sore. Tunggu saja.”
“Kamu cantik. Tapi aku belum mencintaimu. Engga tahu
kalau sore. Tunggu saja.”
4.
“Nanti kalau kamu mau tidur, percayalah, aku sedang
mengucapkan selamat tidur dari jauh. Kamu gak akan denger.”
“Nanti kalau kamu mau tidur, percayalah, aku sedang
mengucapkan selamat tidur dari jauh. Kamu gak akan denger.”
5.
“Kamu tau caranya supaya aku nangis?”
“Gimana?” “Gampang.” “Iya. Gimana?”
“Menghilanglah kamu di bumi.”
“Kamu tau caranya supaya aku nangis?”
“Gimana?” “Gampang.” “Iya. Gimana?”
“Menghilanglah kamu di bumi.”
6.
“…jangan rindu.” “Kenapa?” “Berat.
Kau gak akan kuat. Biar aku saja.”
“…jangan rindu.” “Kenapa?” “Berat.
Kau gak akan kuat. Biar aku saja.”
7.
“Tolong bilang ke ibumu.” “Apa?”
“Aku mencintai anak sulungnya.”
“Tolong bilang ke ibumu.” “Apa?”
“Aku mencintai anak sulungnya.”
8.
“Bersama Dilan, bumi menjadi tempat yang cocok untuk aku
ingin tinggal selama-lamanya! Dan hidup jadi menarik untuk aku lebih dari apa
pun. Aku tidak salah lagi, mencintainya secara permanen.” (Milea)
“Bersama Dilan, bumi menjadi tempat yang cocok untuk aku
ingin tinggal selama-lamanya! Dan hidup jadi menarik untuk aku lebih dari apa
pun. Aku tidak salah lagi, mencintainya secara permanen.” (Milea)
9.
“Tadi
ayahmu bilang, kamu sudah tidur.”
“Oh.”
“Kenapa sekarang bisa ngomong? Kamu ngigau?”
“Iya.”
“Ha ha ha ha ha.”
“Tadi
ayahmu bilang, kamu sudah tidur.”
“Oh.”
“Kenapa sekarang bisa ngomong? Kamu ngigau?”
“Iya.”
“Ha ha ha ha ha.”
10. “Itu pohon.”
“Wow,”
“Itu langit!”
“Mendung.”
“Iya. Itu Mang Jajang.”
“Kamu kenal?
“Kita namai aja Jajang,”
“Ha ha ha.”
….
“Ini kamu.”
“Wow! Aku baru tahu. Makasih infonya…”
“Pemakan lumba-lumba.”
“Ha ha ha. Kamu beneran bilang gitu ke Bunda?”
“Iya,”
“Mmmm… kamu beneran bilang aku berkumis ke
Bunda?”
“Iya”
“Wow,”
“Itu langit!”
“Mendung.”
“Iya. Itu Mang Jajang.”
“Kamu kenal?
“Kita namai aja Jajang,”
“Ha ha ha.”
….
“Ini kamu.”
“Wow! Aku baru tahu. Makasih infonya…”
“Pemakan lumba-lumba.”
“Ha ha ha. Kamu beneran bilang gitu ke Bunda?”
“Iya,”
“Mmmm… kamu beneran bilang aku berkumis ke
Bunda?”
“Iya”
2 Comments. Leave new
Hihi, jadi kepingin baca bukunya lagi, nih. Ending buku ke-2 nya gak terduga, ya…
https://callmearsto.wordpress.com/2015/08/27/5-alasan-kenapa-harus-mendaki-gunung-papandayan/
yang kedua belum baca mas…
masih mau beli 🙂