Setelah sukses dengan Film Jilbab Traveller: Love Sparks in Korea, kolaborasi Sutradara Guntur Soeharjanto, Script Writer Alim Sudio dan Penulis Novel Asma Nadia menggarap Cinta Laki-Laki Biasa di tahun yang sama. Film drama romantis tentang kesederhanaan akan cinta seorang laki-laki biasa bernama Rafli (Deva Mahenra) pada Nania (Velove Vexia) menjadi salah satu film yang saya incar. Jadi saat film ini diputar di bioskop, tanpa babibu saya mengajak teman-teman untuk ikut nonton.
Saya begitu menikmati tiap adegan yang disajikan, film memiliki cara bercerita yang ‘adem’. Penceritaannya tenang, alurnya tidak terburu-buru, ritmenya pas, setiap bagian dalam film berhasil mengaduk-aduk emosi penonton tanpa kesan dipaksakan. Lumayan meguras air mata. Film yang bercerita tentang Nania Dinda Wirawan, seorang mahasiswi jurusan arsitek berkulit putih, cerdas, berasal dari keluarga berada. Ia bungsu dari 4 bersaudara. Ketiga kakak perempuannya (Dewi Rezer, Fanny Fabriana, Donita) yang sukses menikah dengan laki-laki yang mapan (Agus Kuncoro, Uli Herdinansyah, Adi Nugroho). Nania akan
dijodohkan dengan Tyo Handoko (Nino Fernandez), seorang dokter bedah, anak Titi (Donna Harun).
dijodohkan dengan Tyo Handoko (Nino Fernandez), seorang dokter bedah, anak Titi (Donna Harun).
Nania melakukan praktik lapangan di sebuah proyek pembangunan rumah sederhana. Di sana, ia berkenalan dengan Rafli (Deva Mahenra) yang merupakan pembimbingnya. Rafli adalah pengawas lapangan atau mandor yang menjadi mentor Nania. Rafli berkulit coklat, sederhana, lulusan D3, dan anak yatim.
Nania dan Rafli semakin dekat, karena kerap berkomunikasi. Setelah masa kontraknya habis, mereka berpisah. Nania bekerja di perusahaan besar dan dekat dengan Tyo.
Di sisi lain Rafli didesak untuk segera menikah. Butuh waktu dua tahun bagi Rafli untuk memantapkan hati, bahwa Nania adalah pendamping yang diharapkannya. Tanpa pernah kontak sekalipun selepas Nania praktik, Rafli mendadak muncul di lokasi proyek apartemen yang dirancang Nania.
Tanpa disangka-sangka, ajakan Rafli disambut baik oleh Nania. Dia akhirnya memperkenalkan Rafli kepada keluarganya pada acara keluarga. Keluarga Nania kaget karena Rafli bukan berasal dari orang yang terpandang. Latar belakang sosial-budaya, pendidikan, sosial ekonomi seorang Rafli tidak selevel dengan Nania. Rafli hanya mandor, anak yatim dengan seorang ibu yang tinggal di pedesaan. Namun Nania tidak mempermasalahkan hal itu. Ketaatan Rafli dalam beragama menjadi pertimbangan utama Nania.
Akhirnya mereka berdua menikah dan dikaruniai dua orang anak yaitu Yasmin dan Yusuf. Tak berhenti di sini, keduanya harus melalui berbagai tekanan dan. Rafli harus berjuang untuk membuktikan pada Nania dan semua yang melecehkannya bahwa sekalipun dia hanya laki-laki biasa, tapi cinta yang dimilikinya adalah cinta luar biasa.
Belum selesai Rafli membangun kepercayaan keluarga Nania, ujian lain datang menghadang. Nania mengalami kecelakaan saat menuju rumah Ranti yang akan bunuh diri (karena sang suami itangkap KPK). Nania lumpuh dan hilang ingatan jenis retrograde amnesia. Ia sama sekali tak mengingat kenangan indah bersama Rafli. Mereka sulit berkomunikasi satu sama lain. Rafli dituntut menerima terhadap keadaan Nania yang memiliki masalah ingatan. Ia pun harus mengasuh kedua anaknya sendiri jika tidak ingin kedua anaknya terpengaruh gaya hidup dan sikap mertuanya.
Saat menonton, saya berempati pada posisi Rafli yang berperan sebagai suami dan ayah, juga menantu yang kurang dipandang oleh mertua dan kakak-kakak ipar. Ditambah saat itu sang istri hilang ingatan hingga membuat ia kerepotan mengurus dua anak sendirian plus bolak-balik ke rumah sakit. Ekspresi tokoh Rafli dan ilustrasi musik yang menyayat turut menyulut emosi sedih, saya. Baru nyadar kalau suara Deva keren euy. Jadi tambah berasa sedihnya saat tahu yang nyanyi Deva.
Di sisi lain Nania justru lebih mengingat dokter yang merawatnya, Tyo Handoko. Di sinilah Tyo sangat berpeluang merebut Nania karena Tyolah yang kini merawat Nania. Inilah ujian berat bagi Rafli sebagai suami. Melihat istrinya tak ingat akan dirinya dan dirawat dengan laki-laki yang pernah menaruh hati padanya. Hayo lo… Mampu kah mereka berhasil melewati cobaan ini? Penasaran? Langsung lari ke bioskop
^_^.
^_^.
Dari film ini saya jadi ingat 5 bahasa cinta Dr. Gary Chapman, seorang ahli antropologi dan konsultan pernikahan. Lima bahasa cinta yang dilakukan Rafli kepada Nania. Lima bahasa cinta itu diantaranya adalah
1. Kata-kata peneguhan (Words of Affirmation)
Saat ujian melanda mereka saling meneguhkan. Tak ada sama sekali keinginan pada diri Rafli untuk pindah ke lain hati. Ehm, satu fenomena yang jarang ditemui saat ini.
2. Melayani ((Acts of Service)
Dengan sabar Rafli melani keperluan Nania dan anak-anaknya di sela-sela kesibukan bekerja dan masih mendapat pandangan miring keluarganya.
3. Hadiah (Gifts)
Bicara hadiah, bukan berarti kita adalah orang yang materialistis. Setiap orang pasti bahagia ketika menerima hadiah, tak peduli apakah hadiah yang diberikan merupakan hadiah yang murah atau mahal. Ada banyak hadiah yang diberikan Rafli pada Nania, dua diantaranya adalah bunga dan rumah. Satu yang spesial, Rafli membiarkan ruangan khusus untuk istrinya tidak bercat. Karena ia ingin istrinya kelak yang memberi cat dengan warna favoritnya sendiri.
4. Waktu berkualitas ((Quality Time)
Di sela kesibukan kerja, Rafli tak pernah kehilangan waktu berkualitas dengan istri dan anak-anaknya. Bahkan saat ia harus memberikan perawatan pada istri dan pengasuhan pada dua anak. Ia memberikan quality time nya sepenuh hati.
5. Sentuhan fisik (Physical Touch)
Sentuhan fisik di sini adalah ketika pasangan mengelus rambut, menggenggam tangan, merangkul, memeluk, menautkan jemari, atau mencium. Beberapa adegan yang tidak berlebihan untuk menunjukan keharmonisan keluarga ditunukan di siin.
Film yang berdurasi 1 jam 55 menit ini mampu mengaduk emosi dan memberikan nasehat secara halus bagi penonton. Yuk dukung film Indonesia yang berualitas dengan menonton di bioskop. Kalau bukan kita yang mendung siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Sukses terus buat film Indonesia.
10 Comments. Leave new
untung ada review nya hihi.belum ada duit mau nonton
Hehe.. selamat membaca mbak 🙂
Errrrrr…cuman mau bilang mas rafli cari dokter second opinion aja yang cewek…*kenapa jadi nyeseg ya bacanya…hahaha…
Entahlah kasihan aja ama mas raflinya
Wkwkwkw..Iya harusnya gitu mbak.. biar g baper nontonnya..hahah
Masih tayang gakbya di Malang, aku pengen nonton ini belum kesampaian huhuhu
Beberapa hari lalu pas ke Malang masih ada Mbak..
Apalah aku laki-laki biasa cuma remahan kripik singkong ini.. Eaa
Wkwkwkw.. kebiasaan merendah nih Koh..
eeh itu velove ya..pangling
btw koq jadi ingat film korea tentang wanita yg ingatannya juga hilang
iya Velove terlihat cantik pake jilbab… hehehe.. film moment to remember Mbak Zen? film ini agak berbeda dengan cerpen aslinya.. tapi tetep bagus…:)